Pemerintah Tarik Pajak Rokok Elektrik, Pengamat Nilai Kebijakan Sudah Tepat
Ilustrasi rokok elektrik. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyampaikan dengan adanya pemberlakuan pajak pada rokok elektrik di 2024 sudah berlandaskan Undang-Undang (UU).

"Setiap pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan UU. Begitu bunyi Pasal 23A UUD 1945. Pajak rokok sudah ditetapkan sebagai salah satu pajak daerah di UU No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD)," jelasnya kepada VOI, Kamis 4 November.

Prianto menyampaikan dalam UU HKPD sudah diatur bahwa pajak rokok dipungut oleh pemerintah provinsi.

Objeknya berupa konsumsi rokok yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, dan bentuk rokok lainnya yang dikenai cukai rokok.

Menurut Prianto hal tersebut dilakukan karena rokok elektrik dikenakan cukai, sehingga secara otomatis rokok elektrik dikenakan pajak rokok.

Adapun dalam implementasi dari UU HKPD, pemerintah telah menerbitkan PerMenkeu 143/2023 yang berlaku mulai 1 Januari 2024.

Prianto menambahkan bahwa pajak rokok eletrik tidak menjadi bagian dari pendapatan negara di APBN tetapi ke APBD Provinsi.

"Karena pajak rokok masuk ke APBD Provinsi, secara otomatis penerimaan pajak rokok, termasuk atas objek berupa rokok elektrik, tidak masuk ke APBN," ujarnya.

Prianto menyampaikan untuk pengenaan cukai dilakukan oleh Kementerian Keuangan, sedangkan pajak rokok oleh Pemprov dan keduanya merupakan bentuk pajak yang dapat memiliki minimal dua fungsi.

Adapun fungsi pertama adalah untuk menambah penerimaan pemerintah sehingga pemerintah dapat melakukan redistribusi pajak tersebut berupa belanja pemerintah.

Fungsi kedua adalah earmarking, yaitu penerimaan pajak tersebut digunakan untuk mengatasi secara khusus dampak (eksternalitas) negatif dari konsumsi rokok.

Prianto menegaskan, pemerintah dapat menaikkan tarif cukai hasil tembakau dan pajak rokok untuk menanggulangi dampak kesehatan dari konsumsi rokok.

"Secara sederhana, harga atas pembelian rokok yang harus ditanggung konsumen meningkat. Dengan demikian, diharapkan konsumsi masyarakat atas rokok menjadi turun atau dapat lebih dikendalikan," pungkasnya.