Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Askolani memastikan kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan cukai rokok elektrik untuk mengendalikan konsumsi dengan mempertimbangkan kondisi industri dan petani tembakau.

"Kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan cukai rokok elektrik berbasis kepada 4 aspek utama," jelasnya kepada VOI, Kamis 4 Januari.

Menurut Asko 4 aspek tersebut di antaranya aspek pertama yaitu kesehatan untuk menurunkan prevalensi perokok, baik untuk orang dewasa hingga anak-anak, kedua untuk mempertimbangkan industri, tenaga kerja, petani dan sektor pertanian, ketiga untuk pengawasan dari rokok-rokok ilegal, teerakhir penerimaan yang diperoleh.

Askolani menambahkan penerimaan menjadi konsekuensi dari kebijakan penyesuaian tarif rokok tersebut yang diperhitungkan dalam APBN.

Dari penerimaan cukai hasil tembakau tersebut, menurut Asko sebagian akan dialokasikan untuk dana bagi hasil cukai hasil tembakau ke Pemda yang terkait untuk digunakan dalam program perlindungan pada petani tembakau, bantuan dan pembangunan fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan ketentuan yang mengatur kenaikan tarif CHT untuk rokok beserta Harga Jual Eceran (HJE) minimumnya melalui PMK 191/2022.

Lewat aturan tersebut, pemerintah mengatur tarif cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persen per 1 Januari 2024. Sementara, khusus Sigaret Kretek Tangan (SKT) kenaikan tarif cukainya maksimum 5 persen sebagai bentuk keberpihakan terhadap sektor yang menyerap banyak tenaga kerja.