JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan pengaturan ulang pengelolaan Benih Bening Lobster (BBL), kepiting, dan rajungan, saat ini sedang memasuki tahapan konsultasi publik.
Hal ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya serta memperkuat pengembangan budi daya.
Kepala Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Effin Martiana mengatakan, langkah itu dapat dilihat salah satunya melalui pengaturan penangkapan BBL berbasis kuota serta upaya KKP dalam pengembangan budi daya BBL melalui dukungan alih teknologi dan investasi.
Penangkapan BBL dapat dilakukan untuk pembudidayaan. Penangkapan BBL didasarkan pada kuota penangkapan BBL.
"Kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri KP berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan," kata Effin dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 Oktober.
Selain itu, penangkapan BBL juga wajib menggunakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Termasuk pelaksanaan penangkapan BBL ini wajib memiliki perizinan berusaha dan ada mekanisme pelaporan secara berjenjang, agar dapat dipantau secara ketat," ujarnya.
Effin menegaskan bahwa tata kelola BBL ini mengedepankan pengembangan pembudidayaan BBL, baik melalui skema budi daya di dalam Wilayah Negara Indonesia maupun di luar Wilayah Negara Indonesia.
Adapun terkait dengan pembudidayaan BBL yang dilakukan di luar wilayah negara Indonesia, Effin mengatakan, hal tersebut dilaksanakan dengan skema investasi yang mengharuskan investor melakukan pembudidayaan di Indonesia.
Menurut dia, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti adanya perjanjian antar pemerintah dengan pemerintah negara asal investor, kewajiban membentuk perusahaan terbatas berbadan hukum Indonesia, bekerja sama dengan BLU Perikanan Budi Daya dan memperoleh BBL dari BLU, serta melaksanakan kewajiban pelepasliaran BBL sebanyak dua persen setiap panen.
"Dalam pengaturan investasi budi daya BBL ini, ada prosedur yang ketat yang tujuannya adalah untuk proses alih teknologi sehingga budi daya dalam negeri semakin berkembang," ucap Effin.
Hal senada disampaikan Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Aris Budiarto.
Aris mengatakan, untuk mendorong penangkapan BBL harus dilakukan secara berkelanjutan.
Oleh sebab itu, KKP saat ini sedang melakukan kajian bersama dengan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (KOMNAS KAJISKAN) untuk menentukan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan JTB, serta tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang akan dijadikan dasar dalam penetapan kuota penangkapan BBL.
"Saat ini, kami sedang melaksanakan kajian bersama dengan KOMNAS KAJISKAN untuk penentuan kuota penangkapan BBL tersebut," tuturnya.
BACA JUGA:
Sementara itu, Direktur Pakan dan Obat Ikan Ujang Komaruddin menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan budi daya BBL ini.
Selain lahan yang luas, keberadaan BBL ini juga melimpah di perairan Indonesia.
Ujang pun mengajak kepada semua stakeholder untuk mengembangkan teknologi pembesaran dan pembenihan serta sarana dan prasarana budi daya lobster.
"Potensi budi daya lobster ini menyebar luas dari Sabang sampai Merauke. Kami juga memiliki enam UPT yang secara khusus ditugaskan untuk pengembangan budi daya termasuk lobster," ungkapnya.