Reaksi Xinyi Group Terkait Konflik Rempang, Menteri Investasi Bahlil: Mereka Mau Selesai dengan Baik
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. (Foto: Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Xinyi Group terkait dengan kelanjutan investasi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Menurut Bahlil, Xinyi memahami kondisi yang terjadi saat ini di wilayah tersebut.

Sekadar informasi, Xinyi Group dalam hal ini Xinyi Glass Holdings Ltd adalah salah satu investor yang akan mendirikan pabrik kaca di Pulau Rempang dengan nilai investasi Rp175 triliun.

Xinyi Group sendiri merupakaan mitra PT Makmur Elok Graha (MEG).

Bahkan, sambung Bahlil, perusahaan asal China ini juga ingin konflik di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, bisa selesai dengan baik-baik dan tidak berlarut-larut.

“Insyaallah mereka mau pahami. Karena perwakilan saya sebelum rapat saya telepon, Insyaallah mereka pahami. Mereka berpikirnya agar sama-sama selesaikan dengan baik dan kalau bisa diharapkan bisa cepat. Itu jauh lebih baik,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Senin, 2 Oktober.

Meski Xinyi Group ingin konflik Pulau Rempang selesai dengan cepat, Bahlil mengatakan, perusahaan tersebut tidak menekan pemerintah.

“Tapi posisinya tidak sampai menekan kita, enggaklah. Mudah-mudaha. kita mampu selesaikan ini dnegan biak-baik saja dan dengan cepat,” ucap Bahlil.

Terkait dengan konflik di Rempang ini, lanjut Bahlil, Xinyi Group menyerahkan semuanya kepada Pemerintah Indonesia.

Perusahaan kaca asal China ini meyakini pemerintah dapat mengambil keputusan yang bijak untuk masyarakat dan investor.

“Sampai dengan hari ini mereka masih menyerahkan kepada kami untuk membuat (keputusan) yang terbaik, kita harus bijaksana untuk rakyat dan investor,” tuturnya.

Bahlil mengatakan, investasi merupakan salah satu jalan untuk mencapai Indonesia emas 2045.

Menurut dia, jika investor lari ke negara lain, maka peluang Indonesia untuk mencapai posisi tersebut akan sulit.

“Terkecuali kita ini semua sepakat mengusir investasi, enggak apa. Seandainya kita sepakat, jangan bermimpi 2045 akan menjadi Indonesia emas. Nanti Indonesia tembaga nanti,” katanya.