Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan progres proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).

Menuut Arifin, usai hengkangnya Air Products and Chemicals Inc proyek hasil konsorsium dengan PT Bukit Asam Tbk ini harus dimulai dari awal.

"Jadi sampai sekarang belum ada (pengganti). Harus mulai dari awal lagi," ujar Arifin yang dikutip Senin 7 Agustus.

Diketahui, mundurnya Air Products dari proyek ini dikarenakan saat ini Amerika memiliki subsidi untuk energi baru terbarukan sehingga proyek yang ditawarkan juga lebih menarik bagi Air Products.

Selain itu, Amerika juga tengah mendorong pemakaian hidrogen sebagai energi baru terbarukan.

Tak hanya itu, penyebab Air Product memilih mundur adalah karena telah disahkannya Inflation Reduction Act (IRA) atau Undang-Undang Pengurangan Inflasi yang sudah diteritkan sejak Agustus 2022.

"Memang DME dengan Air Products ini yang menguasai DME ini teknologinya Air Products. Tapi dengan adanya IRA mereka memilih investasi masif di Amerika jadi dia decline. Saat ini memang belum ada (penggantinya) urai Arifin.

Meski harus dimulai dari awal, Arifin menjelaskan jika batu bara dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan gas sintesa sebagai bahan baku untuk industri pupuk.

Sementara itu, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengungkapkan, jika saat ini pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan asal China untuk menggantikan Air Products.

"Itu memang ada perusahaan dari China dan sedang berproses. Berproses ya bahwa kita sedang melakukan negosiasi," ujar Arsal yang ditemui usai RUPST PTBA pada Kamis 16 Juni.

Selain menjajaki kerja sama dengan perusahaan asal Tiongkok, lanjut Arsal, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah agar proyek ini berjalan dengan baik.

Arsal mengemukakan, pada prinsipnya pihaknya mendukung penuh kebijakan hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.

Oleh karena itu, meski Air Product hengkang dari proyek DME, ia memastikan proyek ini akan tetap berjalan.

"Kalau kita dari PTBA sendiri kita kan sudah secara internal menyiapkan untuk kawasan industri hilirisasinya," lanjut Arsal.

Arsal juga memastikan cadangan batu bara yang tersedia berjumlah 3 miliar ton.

"Memang kita sudah memiliki cadangan sebesar hampir 3 miliar ton. Tinggal nanti negosiasi dengan pihak Chinanya, dengan pihak investor siapapun investornya tentunya kita akan melakukan diskusi lebih dalam tentunya," beber Arsal.