JAKARTA – Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kini tengah merundung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan nilai mencapai Rp349 triliun terus menjadi sorotan publik.
Bagaimana tidak, Kemenkeu dianggap memiliki peran yang sangat strategis dalam menyokong penyelenggaraan negara dari sisi pendanaan.
Atas situasi ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berupaya memberi penjelasan kepada masyarakat terkait dengan transaksi keuangan mencurigakan. Melalui laman Instagram resmi, instansi pemerintah pimpinan Ivan Yustiavandana menyebarkan informasi penting.
“Transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan,” ungkap akun resmi PPATK terverifikasi centang biru, dikutip Rabu, 12 April.
BACA JUGA:
Disebutkan bahwa oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor. Seperti antara lain penyedia jasa, keuangan, penyedia barang dan jasa, serta profesi.
“Untuk itu diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana,” tulis PPATK.
Adapun, ketentuan transaksi keuangan mencurigakan mesti mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.