Tinggal Tunggu Restu Jokowi, Iglas dan Kertas Kraft Aceh Bakal Dibubarkan
Presiden Joko Widodo (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - PT Industri Gelas (Iglas) dan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) akan dibubarkan, namun saat ini masih menunggu restu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Rencananya, Peraturan Pemerintah (PP) pembubaran dua perusahaan pelat merah itu akan keluar dalam waktu dekat.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah resmi membubarkan empat perusahaan pelat merah.

Terbaru, ada PT Industri Sandang Nusantara (ISN) dan PT Istaka Karya.

Dua BUMN itu menyusul pembubaran dari PT Merpati Nusantara Airlines, dan PT Kertas Leces.

Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Agus Wijaya mengatakan, pembubaran Iglas dan KKA saat ini hanya tinggal menunggu tanda tangan atau restu dari Presiden Jokowi dalam bentuk PP.

“Yang sudah ada PP-nya empat (BUMN), udah keluar PP-nya. Saat ini ada dua, info terakhir Iglas dan KKA (yang akan menyusul),” ujarnya kepada wartawan, ditulis Jumat, 31 Maret.

Berdasarkan catatan, ada tujuh perusahaan pelat merah yang akan dibubarkan.

Empat BUMN sudah resmi bubar dengan terbitnya PP, dan dua lagi yang menunggu restu Jokowi. Artinya, masih ada satu perusahaan yang belum direstui.

BUMN yang belum mendapat restu untuk dibubarkan merujuk pada PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN). Presiden Jokowi sudah merestui dan memberikan kewenangan kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoal pembubarannya per Desember 2022.

Restu itu diberikan seiring terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) soal nasib PT PANN. Namun, aturan resmi pembubaran berupa PP masih belum terbit.

Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan akan ada 7 perusahaan pelat merah yang rencananya akan dibubarkan. Selama ini, perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi dan bahkan memiliki utang besar. Sehingga disebut BUMN zombi.

Kondisi keuangan yang tidak menguntungkan dan terus merugi menjadi alasan mengapa BUMN Zombi tersebut perlu dibubarkan.

“Tentu tidak mungkin sebuah perusahaan yang tidak beroperasi tetapi didiamkan,” kata Erick.