Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) buka suara mengenai permintaan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) untuk menaikkan masa konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Kemenhub menekankan masih perlu waktu untuk mengkajinya.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengungkapkan bahwa pengkajian untuk perpanjangan konsesi KCJB belum dimulai. Sebab, KCIC belum memberikan data-data pendukung yang diperlukan dalam kajian Kemenhub.

Adita mengatakan hingga saat ini, Ditjen Perekerataapian Kemenhub belum menerima data-data untuk mendukung kajian perpanjangan masa konsesi dari KCIC.

“Saya dapat infromasi dari Ditjen Perkeretaapian sampai saat ini pihak dari KCIC belum menyampaikan data-datanya. Jadi bagaimana kita mau melakukan kajian karena datanya belum juga lengkap dan ini yang kami tunggu,” tuturnya kepada wartawan, di Jakarta, Rabu, 15 Februari.

Lebih lanjut, Adita mengatakan Kemenhub tidak mematok tenggat waktu untuk penyetoran data pendukung perpanjangan masa konsesi. Namun, Adita menyarankan agar data-dara pendukung segera disetorkan oleh KCIC.

“Kita ingin secepatnya. Cuma kita sudah kami sering dorong ke KCIC untuk melalukan submission (data-data pendukung) itu,” ujarnya.

Tambah Investasi

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mempertimbangkan permintaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) untuk menambah masa konsesi atau waktu operasi Kerata Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dari 50 tahun menjadi 80 tahun.

Budi mengatakan, permintaan penambahan konsesi ini bisa saja disetujui. Namun, lanjutnya, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

“Saya meng-consider itu bisa dilakukan, tapi memang kalau itu 80 tahun ada kewajiban dari kereta cepat untuk menambah hal-hal yang diinvestasikan. Karena by law, 80 tahun ini bisa,” katanya kepada wartawan, Selasa, 27 Desember.

Sekadar informasi, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengajukan perpanjangan masa konsesi Kereta Cepat Jakarta Bandung menjadi 80 tahun dari 50 tahun. Beberapa faktor yang melatarbelakangi pengajuan yakni perkiraan jumlah penumpang yang menurun.

Lalu, pembengkakan biaya proyek, serta kurangnya sumber pemasukan akibat penundaan pembangunan kawasan berorientasi transit (TOD).