Bagikan:

JAKARTA - Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wahyu Utomo mengatakan, ada tiga strategi kebijakan fiskal yang bisa dilakukan Indonesia untuk menjaga kestabilan perekonomian di tengah ancaman resesi global pada 2023.

"Yang pertama, APBN tetap diletakkan sebagai shock absorber, ya, untuk menyerap risiko, mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi," kata Wahyu dalam acara Diskusi Publik: Urgensi Reformasi Subsidi Energi secara daring di Jakarta, Selasa, 14 Februari.

"Ini jangan sampai mundur, harus tetap semakin menguat. Kemudian, APBN tetap dijaga kesehatannya, karena dengan APBN yang sehat, maka fungsi shock absorber itu dapat dijalankan dengan optimal," lanjutnya.

Kemudian yang kedua, kata Wahyu, APBN juga harus dijadikan instrumen untuk menjaga agar transformasi ekonomi tetap berjalan.

"Jadi, reform-reform yang sudah dijalankan diharapkan dapag berjalan efektif, misalnya UU HPP, UU HKPD, UU P2SK, sekaligus mengamankan berbagai program prioritas, termasuk stunting, kemiskinan ekstrem, persiapan pemilu, program strategis nasional (PSN), termasuk IKN," ujarnya.

Strategi ketiga atau terakhir, pemerintah Indonesia harus mempunyai mitigasi risiko yang lebih solid, khususnya dalam pengendalian defisit utang.

"Kemudian, menyediakan buffer yang cukup memadai sekaligus payung hukum untuk menjaga fleksibilitas APBN. Lalu, melakukan bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan, serta penguatan spending better dan automatic adjustment sebagai katup pengaman," jelas Wahyu.