JAKARTA – Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan mengatakan bahwa tantangan penghimpunan penerimaan perpajakan pada periode 2023 lebih dinamis dibandingkan dengan 2022.
Menurut dia, hasil postif pundi-pundi negara tahun lalu tidak lepas dari melonjaknya harga sejumlah komoditas ekspor unggulan Indonesia, seperti batu baru dan juga minyak sawit (crude palm oil/CPO).
“Selama ini pajak kita mencapai target karena adanya windfall profit dari komoditas. Nah untuk tahun 2023 saya melihat beberapa komoditas ekspor unggulan kita tidak akan mengalami lonjakan harga lagi, walaupun ketidakpastian masih berlanjut akibat perang di Ukraina,” ujar dia melalui kanal virtual pada Kamis, 5 Januari.
Oleh karena itu, sambung Fadhil, potensi ketidaktercapaian target penerimaan perpajakan tahun ini berpeluang menjadi lebih besar dari sebelumnya.
“Mungkin penerimaan pajak yang akan diperoleh tidak akan sebesar yang diperkirakan (shortfall), seperti sebesar tahun lalu,” tuturnya.
Fadhil pun mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan nilai tambah ekspor RI demi menjaga kesinambungan penerimaan negara. Pasalnya, kecenderungan windfall yang didapat beberapa waktu terakhir dikarenakan adanya lonjakan harga di pasaran.
BACA JUGA:
“Kalau kita mendapat keuntungan hanya dari kenaikan harga yang ditentukan oleh pasar internasional maka sama saja kita tidak berbuat apa-apa. Jadi yang harus dilakukan itu saya kira harus dari internal, kita tingkatkan kualitas serta volume ekspornya,” tegas Fadhil.
Sebagai informasi, dalam pemaparan realisasi APBN 2022 (unaudited) oleh Kementerian Keuangan diketahui bahwa penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp2.034,5 triliun atau 114 persen dari target Rp1.784 triliun.
Penerimaan perpajakan ini terdiri dari dua sektor, yakni penerimaan pajak yang membukukan Rp1.716,8 triliun (115 persen dari target), serta penerimaan kepabeanan dan cukai dengan realisasi Rp317,8 triliun (106 persen).
Adapun, penerimaan perpajakan telah berhasil menembus target dalam dua tahun berturut-turut, yakni dalam APBN 2021, dan APBN 2022.