JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) klaster memiliki tingkat risiko lebih terukur bagi perbankan, karena kelompok usaha yang dibiayai memiliki pasar yang jelas.
"Sesuai dengan arahan Presiden maka KUR klaster ini akan didorong. Karena bagi perbankan, itu tingkat risikonya lebih terukur karena dalam hal ini ada pengumpul atau agregator, ada off taker atau penjamin pembeli, sehingga seluruhnya masuk di dalam ekosistem dengan produk yang mempunyai pasar yang jelas," ujarnya usai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam acara Penyerahan KUR Klaster di Istana Negara, Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 19 Desember.
Dia mengatakan KUR klaster diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi supplier atau pemasok bagi pasar yang jelas, misalnya untuk UMKM di beberapa pesantren serta para UMKM di Bali yang menjadi pemasok bagi sebuah toko suvenir besar Pulau Dewata.
"Model-model ini lah yang ingin didorong oleh pemerintah termasuk UMKM di Bali, misalnya toko suvenir Krisna, dia terdiri dari beberapa UMKM, dan UMKM yang menjadi vendor ataupun menjadi supplier di toko Krisna diberikan kredit usaha rakyat," kata Airlangga.
Secara umum, dia mengatakan penyaluran KUR tahun 2022 sudah mencapai Rp335,29 triliun dari total alokasi Rp373 triliun. Ke depan, pemerintah akan mendorong penyaluran KUR klaster lebih masif.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk memperbanyak dan memperluas program kredit usaha rakyat (KUR) klaster ke berbagai sektor agar meningkatkan penjualan dan model bisnis UMKM.
"Saya senang sekarang ada model KUR klaster, ini benar, memang harus diklasterkan, harus diklasterkan," kata Presiden Jokowi dalam Penyerahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster di Istana Negara, Jakarta, Senin.
BACA JUGA:
Jokowi gembira karena berbagai KUR klaster saat ini telah berkembang. Ia mencontohkan ada klaster hortikultura yang melibatkan kalangan UMKM dari pesantren.
Model klaster tersebut turut menumbuhkan bisnis UMKM hortikultura karena terdapat off taker atau penjamin pembeli yang mendukung pembelian produk UMKM.
"Saya senang tadi ada pondok pesantren sampai dapat sekian miliar rupiah untuk urusan hortikultura, sayurnya dibeli, kemudian dijual lewat usaha yang memiliki jaringan yang banyak sehingga jelas off taker-nya jelas, penjamin pembeliannya menjadi jelas," kata dia.