JAKARTA – Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menginformasikan bahwa pemerintah telah memberikan keringanan pembayaran utang kepada 254 mahasiswa yang menunggak pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) pada sepanjang 2022.
Direktur Barang Milik Negara DJKN Encep Sudarwan mengatakan jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan periode 2021 yang sebanyak 237 mahasiswa.
“Dalam mekanisme crash program ini kami memberikan keringanan utang kepada mahasiswa sampai dengan 80 persen dari total biaya tertanggung,” ujarnya saat menggelar media briefing di Jakarta, Selasa, 6 Desember.
Encep menjelaskan para mahasiswa tersebut mendapat fasilitas keringanan karena telah melalui sejumlah tahapan dan juga verifikasi oleh kampus perguruan tinggi negeri (PTN) tempat mereka bernaung.
“Jadi mahasiswa ini mengajukan ke kampus masing-masing. Setelah itu kampus melakukan verifikasi data untuk selanjutnya diserahkan kepada kami melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL),” tuturnya.
Lebih lanjut, Encep menyampaikan pula jika pengajuan keringanan utang paling banyak tercatat di Universitas Negeri Malang dengan jumlah 171 orang. Disusul kemudian Universitas Tanjungpura 37 orang, Universitas Sembilanbelas November Kolaka 23 orang dan lainnya dari Politeknik Negeri Jakarta, Akademi Penerbangan Indonesia Banyuwangi, dan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
BACA JUGA:
“Memang apabila dilihat dari nilainya program keringanan utang ini tidak terlalu besar. Namun, kami mengharapkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat untuk aktif mengajukan keringanan utang, sehingga tidak terus menumpuk agar cepat lunas,” tegasnya.
Selain fasilitas bagi mahasiswa, jajaran Sri Mulyani juga telah memberikan keringanan utang kepada 1.049 debitur pasien rumah sakit, 461 debitur dengan nilai piutang sampai dengan Rp8juta, 92 debitur usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan 270 debitur lainnya.
“Kami memastikan bahwa program ini diberikan kepada masyarakat yang memiliki skala utang kecil. Kalau yang besar-besar seperti debitur atau obligor BLBI tidak akan bisa mengikuti mekanisme crash program,” tutupnya.