Bagikan:

JAKARTA - Meski ada gejolak kondisi makroekonomi, Samuel Sekuritas menilai pasar saham Indonesia tetap prospektif dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan di zona positif tahun ini.

Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi menyebutkan, prospek makroekonomi Indonesia saat ini menjadi lebih menantang akibat sejumlah faktor global dan domestik. Dari dalam negeri, Indonesia tengah menghadapi dampak negatif dari kenaikan harga BBM yang diumumkan pada awal September, serta efek menjelang tahun pemilu yang akan datang.

Melihat hal ini, Samuel Sekuritas telah menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia menjadi 4,7 persen di 2022 dari sebelumnya 4,8 persen dan menjadi 4 persen di 2023 dari sebelumnya 4,7 persen. Samuel Sekuritas juga menaikkan perkiraan inflasi menjadi 6 persen di 2022 dari sebelumnya 5 persen dan 4,5 persen di 2023 dari sebelumnya 4,4 persen.

"Namun, melihat situasi makroekonomi Indonesia saat ini yang lebih baik dari banyak negara lain, yang terlihat dari surplus transaksi berjalan dan angka inflasi yang masih cukup terkendali, kami meyakini Indonesia tidak akan mengalami ‘hard landing’," tulis Prasetya dalam risetnya, dikutip Jumat 7 Oktober.

Jika dibandingkan dengan indeks lain di kawasan Asia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks yang menghasilkan return terbesar sejak awal tahun. Ini didukung dengan tingginya minat investor asing maupun ritel.

Meskipun investor asing melakukan aksi jual saham blue chip yang cukup besar pada Juni-Juli 2022 karena ketidakpastian makroekonomi global, arus masuk investor asing kembali menguat di bulan-bulan berikutnya, sekaligus mendongkrak angka net buy menjadi Rp69,5 triliun dari awal tahun hingga pertengahan September 2022.

Nilai perdagangan harian rata-rata juga sudah mulai pulih pada Agustus, tumbuh 20 persen secara bulanan menjadi Rp12,3 triliun, setelah menurun 18 persen dan 27 persen secara bulanan di bulan Juni dan Juli.

Prasetya melihat potensi adanya sejumlah tantangan bagi pasar di tahun depan, diantaranya arus keluar modal asing akibat kebijakan The Fed, pengetatan kebijakan moneter akibat lonjakan inflasi, dan risiko politik. Namun, kuatnya posisi ekonomi Indonesia saat ini diharapkan dapat mencegah penurunan pasar yang berlebihan.

"Selain itu, penurunan pasar Indonesia telah terjadi sebelum pengumuman suku bunga The Fed, dan IHSG saat ini diperdagangkan pada valuasi yang cukup menarik (forward P/E 14.1, di bawah rata-rata 5 tahun dan di bawah -1.5 SD)," paparnya.

Samuel Sekuritas memproyeksikan return IHSG akan tumbuh sebesar 25,8 persen di 2022 dan 10,6 persen di 2023. Target indeks skenario fundamental untuk 2022 dan 2023 masing-masing adalah 7.500 dan 8.300, dengan P/E 14.0x (di bawah -1.5 SD).

Prasetya meyakini saham dengan fundamental dan prospek pendapatan yang baik akan mengungguli IHSG, dan sektor perbankan akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan return IHSG pada tahun 2023. Sementara itu, pendapatan dari sektor batubara mungkin agak lemah, sebagai akibat dari melonjaknya harga batubara pada tahun 2022.

Dengan berbagai hal tersebut, portofolio pilihan Samuel Sekuritas merupakan gabungan dari saham-saham defensif yang lebih tahan dari efek kenaikan suku bunga dan lonjakan inflasi, saham-saham ‘cylical play’, dan saham dengan katalis jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang, pihaknya menyukai emiten dengan momentum pertumbuhan yang lebih kuat.

Sampai akhir tahun, top picks Samuel Sekuritas dipilih dengan mempertimbangkan potensi pendapatan jangka pendek yang kuat, aksi korporasi atau katalis jangka pendek hingga akhir tahun, dan potensi untuk masuk di indeks MSCI Indonesia. Top picks di kategori ini adalah DRMA, MEDC, BUKA, BUMI, dan MAPI.

Sementara untuk tahun depan, top picks mencakup perusahaan yang berpotensi mencetak pertumbuhan pendapatan pada 2023 dan bertahan di tengah tekanan inflasi.

"Top picks kami di kategori ini adalah BBRI, BMRI, EXCL, ICBP, RAJA, DRMA, dan ANTM," pungkas Prasetya.