JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan sinyal bahwa bukuan inflasi pada September 2022 bakal semakin tinggi jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
Menurut Menkeu, kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, volatile food yang merupakan penyumbang inflasi utama.
“Seperti halnya yang berasal dari gandum dan minyak goreng yang sangat berkorelasi tinggi dengan situasi geopolitik,” ujarnya dikutip dari laman resmi pada Selasa, 13 September.
Menkeu menambahkan, faktor kedua adalah penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada awal bulan ini yang rata-rata naik 30 persen.
“Kebijakan ini di satu sisi sedikit melepaskan tekanan pada anggaran subsidi, namun di sisi lain meningkatkan inflasi administered price,” tuturnya.
Meski demikian, bendahara negara mengklaim jika Indonesia tergolong sebagai negara dengan kemampuan mengendalikan inflasi cukup baik di tengah tekanan dari harga pangan dan energi yang cukup berat.
“Jika melihat inflasi Indonesia bulan lalu, Agustus dari 4,9 persen (year on year/yoy) turun sedikit menjadi 4,6 persen. Inflasi biasanya terjadi (akan naik) pada bulan September,” tegas dia.
BACA JUGA:
Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah disebut Menkeu melakukan beberapa langkah strategis seperti penguatan kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Selain itu, Bank Indonesia diketahui melakukan pengetatan likuiditas di pasaran dan meningkatkan rate interest sebagai bentuk mitigasi dalam menjaga inflasi di dalam negeri dan stabilitas nilai tukar rupiah.
“Di tengah dollar yang terus menguat, depresiasi Indonesia sekitar 4,5 persen terhitung ringan atau sedang jika dibandingkan dengan banyak negara lain. Hal ini karena kinerja neraca pembayaran Indonesia yang cukup baik,” katanya.
“Neraca perdagangan telah surplus selama 27 bulan, jadi kami memiliki lebih banyak ketahanan di sisi eksternal, tetapi kami tahu bahwa situasi global tidak akan mudah,” tutup Menkeu Sri Mulyani.