Bagikan:

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal September lalu memberi dampak yang cukup signifikan terhadap pembentukan inflasi.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, lonjakan inflasi tersebut diyakini bersifat temporary (sementara) dan akan kembali ke level normal dalam beberapa waktu ke depan.

“Kenaikan harga BBM (terhadap inflasi) tidak hanya di bulan bersangkutan, tetapi bisa berdampak kepada bulan-bulan berikutnya. Kalau bicara tren atau data secara historis, maka kenaikan pada satu bulan tersebut, kemudian bulan selanjutnya. Jadi (dampak) kenaikan BBM itu hanya dua bulan dan berikutnya akan landai,” ujarnya ketika memberikan pemaparan, Senin, 3 Oktober.

Menurut Margo, keyakinan tersebut berkaca pada studi kasus periode November 2014 saat pemerintah memutuskan melakukan penyesuaian harga jual premium dan solar. Kala itu, inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) langsung melonjak jadi 6,23 persen year on year (yoy).

Kemudian, inflasi masih naik lagi menjadi 8,36 persen di Desember 2014, sebelum akhirnya masuk ke tren pelandaian.

Meski demikian, Margo tidak menjamin bahwa dalam dua bulan ke depan level inflasi akan turun.

Pasalnya, diperlukan upaya strategis dari para pemangku kepentingan untuk bisa mengerem laju kenaikan agar semakin terkendali.

“Seperti yang saya sampaikan bahwa kita bicara tren yang sebelumnya seperti apa. Tetapi yang paling penting adalah semua tergantung dari bagaimana kebijakan pemerintah dan juga Bank Indonesia untuk bisa meredakan inflasi di bulan-bulan berikutnya,” tegas dia.

Sebagai informasi, bukuan inflasi IHK pada September 2022 meroket hingga 5,95 persen.

Torehan itu jauh melampaui catatan dua bulan sebelumnya, yakni Agustus dan Juli dengan masing-masing sebesar 4,69 persen dan 4,94 persen.

“Inflasi September menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015 dimana saat itu terjadi inflasi sebesar 6,25 persen secara tahunan,” tutur Margo.