Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyatakan bahwa perekonomian nasional saat ini dalam kondisi yang cukup terjaga. Menurut dia, salah satu fenomena yang kini menjadi momok banyak negara adalah terjadinya stagflasi.

Dijelaskan jika stagflasi terjadi akibat pertumbuhan ekonomi yang menurun atau bahkan berada di level minus dengan laju inflasi yang tinggi di dalam negeri. Wakil dari Sri Mulyani itu mengungkapkan Indonesia cukup beruntung karena bisa mempertahankan tingkat pertumbuhan walaupun inflasi berada di kisaran atas.

“Indonesia stagflasi atau tidak? Tidak, karena pertumbuhan ekonomi kita di kuartal II 2022 yang lalu itu cukup impresif 5,4 persen. Tetapi memang inflasinya sedang naik,” ujarnya melalui saluran virtual pada Senin, 12 September.

Suahasil menambahkan, kondisi saat ini cukup berbeda dengan masa awal pandemi 2020. Katanya, di masa itu pertumbuhan ekonomi menyentuh level negatif akibat terjadi pembatasan mobilitas yang cukup ketat. Tidak hanya di Indonesia, pembatasan kegiatan sosial juga terjadi di banyak negara dengan harapan menekan angka penyebaran COVID-19.

“Tetapi waktu itu inflasi tidak tinggi karena orang-orang semuanya di rumah, sehingga permintaan terhadap barang rendah. Batu bara, minyak bumi, dan yang lain sampai turun harganya karena tidak ada yang membeli,” tutur dia.

Keadaan mulai berubah memasuki penghujung 2021 saat pergerakan manusia berangsur normal yang mengakibatkan terjadi lonjakan permintaan secara signifikan dalam waktu bersamaan. Hal ini lantas diperburuk dengan situasi geopolitik di Eropa Timur yang mengakibatkan disrupsi pada sisi rantai pasok.

Lebih lanjut, banyak negara semakin tertekan akibat pertumbuhan ekonomi yang belum pulih ditambah gangguan sisi suplai sehingga inflasi melonjak tidak terkendali.

“Nah kalau inflasi dikombinasikan dengan (pertumbuhan) ekonomi yang menurun, ini merupakan perfect storm (badai yang sempurna). Susah sekali untuk menanganinya. Sebab, kalau yang terjadi adalah stagflasi maka kebijakan pemerintah yang diambil pasti akan ada yang menjadi korban,” tegas Suahasil.

Dalam catatan redaksi, inflasi yang tinggi biasanya direspon oleh bank sentral dengan mengerek suku bunga demi menjaga stabilitas nilai tukar mata uang. Jika rate interest naik, maka biaya dana atau cost of fund menjadi lebih tinggi.

Hal tersebut bisa menjadi beban tersendiri bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produktif, terlebih melakukan ekspansi bisnis. Alhasil, roda perekonomian menjadi terganggu yang bisa berakibat dari hambatan proses pemulihan secara keseluruhan.

Apabila ini terjadi maka level produk domestik bruto akan tertekan dan tingkat ekonomi nasional sulit tumbuh secara optimal.