Potensi Besar Industri Penerbangan, Langit RI Bakal jadi yang Terpadat Ke-6 di Dunia
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa Industri penerbangan dan dirgantara Indonesia memiliki prospek yang cerah dengan didukung kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki lebih dari 17.000 pulau membentang lebih dari lima ribu kilometer dari timur ke barat.

Menurut dia, kondisi tersebut akan membuat transportasi udara menjadi tulang punggung transportasi dan konektivitas nasional, serta penggerak utama perekonomian Indonesia.

“Jumlah penumpang udara di Indonesia diperkirakan akan tumbuh 30 persen dari tahun ke tahun menjadi 140 juta dalam beberapa tahun ke depan, sehingga Indonesia diperkirakan menjadi pasar transportasi udara terbesar keenam di dunia pada tahun 2034,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Minggu, 11 September.

Menperin menambahkan, industri penerbangan nasional terdiri dari industri pembuatan pesawat dan komponen, industri Maintenance Repair and Overhaul (MRO), dan industri pembuatan drone. Indonesia memiliki sekitar 31 perusahaan MRO yang mendukung industri pesawat terbang dan bisnis penerbangan.

Perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki 145 sertifikat Aircraft Maintenance Organization (AMO) yang dikeluarkan oleh Indonesian Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA).

“Nilai MRO domestik pada 2022 diproyeksikan mencapai 1,7 miliar dolar AS, sedangkan nilai bisnis MRO global mencapai 93,5 miliar dolar AS. Persaingan bisnis MRO global ke depan semakin ketat. Oleh karena itu, kami mendorong MRO dalam negeri untuk berkolaborasi dengan mitra asing untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya,” tuturnya.

Menperin menambahkan, sejalan dengan transformasi digital di berbagai aspek perekonomian, pemerintah bersama Asosiasi Sistem dan Teknologi Tanpa Awak (ASTTA) tengah mendukung pengembangan industri drone.

Menperin menyebut, industri penerbangan tanah air secara perlahan telah mampu mengaktifkan kembali pesawat yang sebelumnya grounded, akibat operasionalnya sempat terhenti karena terimbas pandemi. Disebutkan bahwa hingga saat ini ada sekitar 180 pesawat yang di-grounded, 100 diantaranya merupakan berbadan ramping yang biasanya digunakan untuk rute domestik.

“Diperlukan sekitar satu tahun untuk menyelesaikan proses ini karena proses reaktivasi setiap pesawat membutuhkan waktu, serta terbatasnya jumlah slot yang tersedia di fasilitas perawatan pesawat. Selain itu, maskapai juga membutuhkan waktu untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar biaya suku cadang dan perawatan yang diperlukan untuk reaktivasi pesawat,” kata dia.

Agus menyampaikan, pemerintah Indonesia melalui Masterplan Pengembangan Industri Nasional 2015 – 2035 telah menetapkan industri pesawat terbang menjadi salah satu industri prioritas nasional dengan fokus pengembangan pesawat baling-baling, industri komponen, dan industri MRO.

“Pemerintah akan terus memberikan dukungan untuk memastikan pertumbuhan dan keberlanjutan industri penerbangan dan kedirgantaraan, termasuk insentif lebih lanjut untuk investasi, di atas yang saya sebutkan,” jelas Menperin.

Agus menambahkan, selain itu di Indonesia saat ini ada tiga perusahaan utama yang eksis bekerja mendukung industri penerbangan dan dirgantara di tanah air, antara lain PT Dirgantara Indonesia (Persero), satu-satunya produsen pesawat di Asia Tenggara yang telah memproduksi pesawat terbang dan helikopter untuk keperluan komersial dan militer, dengan spesialisasi di bidang aerostructure.

“Mereka turut menjadi tulang punggung transportasi dan konektivitas nasional kita, serta penggerak utama perekonomian Indonesia. Saya senang melihat tiga perusahaan utama, saat ini bekerja pada sangat baik untuk memastikan maskapai kita kembali mengudara,” tutup Menperin Agus Gumiwang.