Bagikan:

JAKARTA - Kuasa hukum pengadu atau korban kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan, mengatakan, pihaknya akan melihat putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI sebelum melapor ke Polri.

"Karena begini, kalau dilaporkan kemudian putusannya amit-amit melempem, ya, artinya enggak bergigi juga laporannya. Artinya, mendelegitimasi laporannya," kata Aristo saat memberikan keterangan pers di Kantor DKPP RI, Jakarta, Antara, Kamis, 6 Juni. 

Walaupun demikian, ia menyebut dirinya akan membicarakan rencana tersebut dengan klien terkait tetap menunggu putusan DKPP atau langsung melapor dalam waktu dekat mengenai tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Sementara itu, ia mengatakan bahwa relasi kuasa menjadi inti perkara dalam kasus dugaan asusila yang melibatkan Hasyim.

"Karena ada kesempatan, ada hubungan atasan bawahan, dan hubungan atasan bawahan itu dieksploitasi. Ya, dieksploitasi untuk kepentingan pribadi, hasrat pribadi Ketua KPU RI, dan yang lebih penting lagi ini korban dua kali dia datang sendiri ya, dan dia bolak-balik Jakarta-Belanda cuman untuk itu," katanya.

Sebelumnya, pada Kamis, 18 April 2024, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).

Kuasa Hukum korban menjelaskan bahwa perbuatan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Menurut Kuasa Hukum korban, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya kepada korban.

Kemudian, Hasyim menjalani persidangan pertama pada Rabu (22/5) yang berakhir sekitar pukul 17.15 WIB.