Bagikan:

JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) merilis kajian terbaru perihal langkah Bank Indonesia (BI) yang baru saja menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada bulan lalu.

Dalam laporan yang dipublikasikan hari ini, peneliti LPEM UI Chaikal Nuryakin menyebut bahwa keputusan BI untuk meningkatkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI 7DRR) ke level 3,75 persen setelah bertahan sejak Februari 2021 merupakan upaya pengendalian inflasi.

Menurut Chaikal, ini sejalan dengan catatan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) selama tiga bulan ke belakang yang telah melebihi target sasaran sebesar 3 persen plus minus 1 persen.

“Meski demikian kami memperkirakan bahwa tingkat inflasi yoy akan masih berada di atas rentang target inflasi meskipun sudah terjadi kenaikan tingkat suku bunga BI 7 DDR,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 6 September.

Chaikal menambahkan, di saat yang hampir bersamaan pemerintah memutuskan untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang membuat tekanan tersendiri dalam upaya menjaga laju inflasi.

“Kemungkinan terjadi inflasi bulan September di atas 4,30 persen cukup besar apabila tidak ada upaya lebih lanjut dalam penekanan laju inflasi,” tegas Chaikal.

Sebagai informasi, Bank Indonesia menyebut jika kenaikan suku bunga acuan dimaksud untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat harga BBM serta inflasi akibat volatilitas harga bahan pangan.

“Ini juga adalah upaya memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo 23 Agustus lalu.

Dalam perkembangannya, otoritas moneter mulai realistis dengan menyebut bahwa inflasi untuk sepanjang tahun ini diproyeksi sebesar 4,15 persen.