JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diketahui terus melakukan sejumlah langkah strategis guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang kini tengah mengalami tren pelemahan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa pihaknya tidak menampik jika kondisi ketidakpastian yang berlanjut membawa tekanan tersendiri terhadap rupiah.
“Nilai tukar Rupiah mengalami tekanan yang meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang regional lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi,” ujarnya usai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) dikutip Jumat, 22 Juli.
Menurut Perry, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.
“Hal ini sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” tutur dia.
BI juga disebut melakukan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang merupakan bagian dari penguatan operasi moneter.
“Penjualan SBN oleh Bank Indonesia di pasar sekunder tentu saja berdampak pada kenaikan yield dan ini adalah upaya tersendiri untuk memperkuat stabilitas nilai rupiah di pasar keuangan,” katanya.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, nilai tukar pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,60 persen (ptp) dibandingkan akhir Juni 2022, namun dengan volatilitas yang terjaga.
Depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global, di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.
Melalui perkembangan ini, nilai tukar rupiah sampai dengan 20 Juli 2022 terdepresiasi 4,90 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Angka ini diklaim BI relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysian, India, dan Thailand.