JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa nilai tukar rupiah yang mengalami tekanan sejalan dengan tren yang dialami oleh mata uang regional lainnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa kondisi ini terjadi akibat ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Dalam catatan dia, nilai tukar pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,60 persen (ptp) dibandingkan akhir Juni 2022, namun dengan volatilitas yang terjaga.
“Depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara,” ujarnya saat menggelar konferensi pers secara virtual pada Kamis, 21 Juli.
Menurut Perry, langkah bank sentral di sejumlah negara itu diyakini sebagai respon atas peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
“Walau begitu persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif,” tegas dia.
BACA JUGA:
Perry menambahkan, atas perkembangan ini nilai tukar rupiah sampai dengan 20 Juli 2022 terdepresiasi 4,90 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.
“Catatan itu relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia 6,41 persen, India 7,07 persen, dan Thailand 8,88 persen,” katanya.
Ke depan, Bank Indonesia disebutkan bakal terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.
“Ini sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” tutup Perry.