Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada akhir pekan ini, Jumat 5 Juni ditutup perkasa. Mata uang Garuda spot ditutup di level Rp 13.878 per dolar Amerika Serikat (AS) atau terus naik. Tentunya ini adalah level terbaik sejak 24 Februari lalu.

Menanggapi hal ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo merasa bersyukur. Sebab, nilai tukar rupiah yang sempat loyo, belakangan ini menunjukan kekuatannya lagi.

"Ini adalah rahmat dari Allah SWT bagi kita semua. Rupiah sudah tembus dibawah Rp 14.000 per dolar AS," kata Perry dikutip Sabtu 6 Juni.

Kata dia, penguatan nilai tukar rupiah sesuai dengan pandagan BI. Dimana BI memandang nilai tukar rupiah masih undervalued, sehingga kedepannya masih sangat berpotensi untuk menguat.

Hal itu, sambung dia, karena pada bulan Mei inflasi rendah atau berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di level 0,07, kemudian defisit transaksi berjalan yang rendah. Selain itu, perbedaan suku bunga acuan di luar atau di dalam negeri yang membuat investor tertarik.

"Ini menunjukkan imbal aset keuangan SBN masih tinggi," ujar Perry.

Bukan hanya itu, penguatan rupiah juga ikut ditopang turunnya indikator premi risiko/premi credit default swap (CDS) dari level 245 menjadi 126. Meski bila dibandingka sebelum COVID-19 level CDS masih tinggi

"Sebelum Covid-19 ada di level 66-68. Insya Allah premi risiko pasca Covid-19 akan lebih rendah dari 126 dan mendukung penguatan nilai tukar," kata Perry.