JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sebesar 8,03 persen pada sepanjang tahun ini (year to date/ytd). Menurut dia, kondisi itu berbanding terbalik dengan penguatan dolar AS yang sebesar 18,1 persen ytd.
“Pelemahan rupiah masih lebih rendah dari negara lain, seperti India 10,42 persen, Malaysia 11,75 persen dan Thailand 12,55 persen,” ujarnya ketika menggelar konferensi pers pada Kamis, 20 Oktober.
Perry menjelaskan, pelemahan nilai tukar memberikan efek tersendiri dalam menjaga stabilitas perdagangan internasional.
“Semua negara melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi imported inflation. Tentu saja kita juga melakukan hal serupa dalam rangka menjaga stabilitas makro ekonomi,” tuturnya.
Lebih lanjut, bos BI menegaskan depresiasi rupiah masih dapat dibendung dan tidak merambat ke berbagai sektor strategis perekonomian.
BACA JUGA:
“Kita menghindari dampak rambatannya tidak hanya pada inflasi tetapi juga pada sektor perbankan maupun korporasi,” imbuh dia.
“Sejauh ini tingkat pelemahan rupiah tidak berdampak pada kondisi perbankan maupun korporasi,” tegasnya.
Untuk diketahui, depresiasi mata rupiah sejalan dengan menguatnya dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” kata Perry.