JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra mengungkap produsen pesawat Boeing sebagai kreditur tidak ikut mendaftarkan dalam proses pemungutan suara (voting) hari ini.
Pernyataan ini disampaikan Irfan saat proses voting dalam sidang PKPU, yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat 16 Juni.
Namun sayangnya, Irfan enggan mengungkapkan, alasan utama manajemen Boeing tidak ikut berpartisipasi dalam PKPU emiten dengan kode saham GIAA ini.
"Jadi Boeing, ini adalah produsen pesawat yang tidak partisipasi di PKPU, namun punya nilai besar tidak ajukan tagihannya dalam kurun waktu yangg ditentukan, (piutang) 822 juta dolar AS atau sebesar 10 triliun," tutur Irfan, Jumat.
Lebih lanjut, Irfan menjelaskan, ada perubahan nominal surat utang yang terdapat dalam proposal restrukturisasi utang.
Awalnya, nominal surat utang mencapai 800 juta dolar AS, namun terjadi kenaikan menjadi 825 juta dolar AS.
Kenaikan terjadi usai negosiasi manajemen dengan kreditur.
"Bentuknya utang dengan nilai total 825 juta dolar AS, ada peningkatan dari draft sebelumnya 800 juta dolar AS," ujar Irfan.
Irfan menjelaskan, penerbitan surat utang menjadi poin penting penyelesaian utang Garuda Indonesia.
Hal ini karena surat utang menjadi instrumen restrukturisasi bagi kreditur dengan nilai tagihan di atas Rp255 juta.
BACA JUGA:
Sekadar informasi, dilansir dari laman PKPU Garuda, utang Garuda Indonesia yang ditetapkan oleh Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebesar Rp142 triliun. Rinciannya adalah Rp104,37 triliun jumlah Daftar Piutang Tetap (DPT) lessor, DPT non lessor sebesar Rp34,09 triliun, dan DPT preferen senilai Rp3,95 triliun.
Jumlah utang Garuda tercatat naik dari laporan sebelumnya, di mana hingga kuartal III-2021 utang perusahaan mencapai Rp139 triliun.
Adapun jumlah kreditur yang sudah terverifikasi oleh Tim Pengurus PKPU baru mencapai 501 entitas. Jumlah ini terdiri dari non lessor 355 entitas, lessor 123 entitas, preferen 23 entitas.