Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaporkan bahwa pemerintah telah mengimpor sekitar 506,6 juta dosis dosis vaksin COVID-19 pada periode November 2020 hingga Maret 2022.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana mengatakan jumlah itu terdiri dari 153,90 juta dosis berbentuk bahan baku (bulk) dan 349,59 juta dosis siap edar. Menurut dia, ratusan juta barang kena pajak itu diberikan fasilitas pembebasan pungutan perpajakan guna mendukung program strategis yang bersifat darurat.

“Nilai impor vaksin tersebut mencapai Rp47,40 triliun dengan nilai pembebasan bea masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) sebesar Rp8,94 triliun,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin, 25 April.

Wardhana menambahkan, langkah strategis ini diharapkan bisa mendukung program vaksinasi nasional untuk mencapai herd immunity di Indonesia.

Secara terperinci, anak buah Sri Mulyani itu menjelaskan fasilitas yang diberikan berupa pembebasan bea masuk dan/atau cukai, tidak dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta dibebaskan dari pajak Penghasilan (PPh) 22 atas impor vaksin.

“Berbagai fasilitas tersebut dapat semakin dimanfaatkan sehingga mampu memberikan dampak positif yang lebih banyak kepada masyarakat, baik dalam penanganan kesehatan maupun kondisi pemulihan ekonomi akibat COVID-19,” tuturnya.

Sebagai informasi, pada 2022 pemanfaatan fasilitas impor penanganan COVID-19 adalah sebesar Rp893 miliar, yang terdiri dari fasilitas impor vaksin sebesar Rp719 miliar dan fasilitas impor alat kesehatan (alkes) sebesar Rp174 miliar.

Dari total nilai realisasi, impor vaksin masih mendominasi sebesar 81 persen, diikuti alkes 19 persen, seperti obat-obatan, PCR test kit, tabung oksigen, dan alat terapi pernapasan.

“Pahami segala prosedur dan manfaatkan fasilitasnya. Mari bersama-sama bantu pemerintah dalam upaya pemulihan ini,” tutup Wardhana.