Pak Erick, Kata Ekonom Naikin Harga BBM-nya Jangan Tinggi-Tinggi Agar Inflasi Tak Bergerak Liar
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang digulirkan oleh pemerintah sangat berpotensi mengerek inflasi ke level yang lebih tinggi.

Malahan, apabila wacana tersebut benar-benar direalisasikan dengan nilai yang besar maka bukannya tidak mungkin target inflasi bisa keluar dari jalur yang ditetapkan. Terlebih, dalam pekan ini akan memasuki periode Ramadan 2022.

“Harga BBM akan berkorelasi ke angka inflasi. Jika harga BBM meningkatkan dengan nilai yang sangat signifikan maka tentu akan menggerek inflasi ke level yang tinggi. Sebab, di saat yang bersamaan harga pangan sudah menunjukkan tren kenaikan,” ujarnya ketika dihubungi VOI, Kamis 31 Maret.

Untuk itu Rendy mendorong pemerintah melakukan kalibrasi secara komprehensif mengingat di sisi lain beban anggaran (APBN) bakal semakin besar karena volatilitas harga terus melebar apabila tidak melakukan penyesuaian nilai jual.

“Kita tahu bahwa subsidi memang berpotensi melonjak akibat dari kenaikan harga energi saat, tapi tentu concern pemerintah untuk memperhatikan anggaran subsidi menjadi inisiasi yang baik, karena ini juga akan berpengaruh terhadap dinamika harga BBM di dalam negeri nantinya,” kata dia.

Sebagai informasi, dalam Undang-Undang APBN 2022 disebutkan bahwa sasaran inflasi pada tahun ini adalah 3 persen plus minus 1 persen. Adapun, menurut Badan Pusat Statistik besaran inflasi pada Februari 2022 secara tahunan (year on year) adalah 2,03 persen.

Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat inflasi yang ada saat ini sudah masuk dalam target pemerintah. Perlu diingat bahwa level itu belum memperhitungkan tekanan akibat kenaikan BBM dan juga momentum Ramadan.

Inflasi sendiri perlu dijaga guna mempertahankan daya beli masyarakat. Angka inflasi yang tinggi sudah pasti disertai dengan semakin banyaknya jumlah uang yang beredar sekaligus menurunkan nilai mata uang itu sendiri.

Akibatnya, Bank Indonesia harus melakukan penyerapan likuiditas di pasaran dengan cara menaikan suku bunga. Jika rate interest melambung maka kredit perbankan akan semakin sulit berekspansi yang kemudian berimbas pada proses pemulihan ekonomi yang tertahan.

Terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan pemerintah bakal menaikan harga jual BBM nonsubsidi Pertamax guna mengurangi beban anggaran.

“Sudah diputuskan Pertalite dijadikan subsidi, sementara Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik ya mohon maaf,” kata Erick seperti yang diberitakan redaksi sebelumnya.