Bagikan:

JAKARTA - Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anton Hendranata dalam acara Tanya BKF, berharap angka inflasi tidak akan melewati level 5 persen pada tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Optimisme tersebut jika berkaca dengan tren data terkini, di mana semakin mengecilnya jarak atau gap antara inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dengan Indeks Harga Produsen (IHP).

"Tren gap-nya semakin mengecil. Jadi dengan inflasi yang ada yaitu headline inflation, nampaknya kenaikan harga di produsen sudah di-passthrough atau dilimpahkan ke konsumen, sehingga mudah-mudahan di tahun 2022 inflasi bisa di bawah 5 persen (yoy) atau kisarannya sekitar 4,5 persen (yoy)," ujar Anton, dikutip dari Antara, Selasa 9 Agustus.

Adapun headline inflation yang dimaksud adalah indeks IHK yang pada bulan Juli 2022 menyentuh level yang cukup tinggi, yaitu 4,94 persen (yoy).

Dengan sudah dilimpahkannya kenaikan harga komoditas dari produsen kepada konsumen, dirinya meyakini inflasi IHK menuju akhir tahun tidak akan naik terlalu signifikan.

Sebelumnya, terdapat kekhawatiran bahwa lonjakan harga komoditas yang ditanggung oleh produsen belum dilimpahkan kepada konsumen karena peningkatan inflasi IHK belum terlalu besar.

Namun, Anton mengungkapkan hal tersebut nyatanya diakibatkan oleh besarnya subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) serta energi dari pemerintah yang mencapai Rp500 triliun secara keseluruhan pada tahun ini.

"Seandainya memang kenaikan harga komoditas global belum dilimpahkan oleh produsen ke konsumen, maka terdapat probabilitas yang semakin besar bahwa inflasi akhir tahun bisa di atas level 5 persen," ucap dia.

Sementara itu di sisi inflasi inti, ia mengungkapkan level 2,86 persen (yoy) pada Juli 2022 benar-benar mencerminkan daya beli masyarakat dan ekspektasi inflasi.

Dengan demikian, terlihat inflasi inti sejauh ini masih bergerak secara gradual, yakni tahun lalu yang berada di bawah level 2 persen (yoy) dan kini mencapai 2,86 persen (yoy).