Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri menilai bahwa upaya pemerintahan Jokowi dalam pengendalian laju inflasi di Tanah Air tidak dilakukan komprehensif. Bahkan, pemerintah cenderung menggunakan metode injak kaki.

Injak kaki yang dimaksud Faisal adalah keberhasilan pemerintahan Jokowi menekan inflasi di level rendah adalah hal yang semu.

"Terlepas dari caranya mengendalikan inflasi, ternyata cara Pak Jokowi mengendalikan inflasi dengan metode injak kaki, bukan memperbaiki pasokan dan bukan memperbaiki logistik. Ada sih, tapi lebih ke metode injak kaki," tuturnya dalam diskusi virtual, Kamis, 7 April.

Menurut Faisal, metode yang digunakan pemerintah tersebut tidak menyelesaikan pangkal persoalan. Sebab, masalah lonjakan inflasi seleksi muncul dan menjadi isu langganan di Indonesia setiap momentum tertentu.

Lebih lanjut, Faisal juga mengkritik langkah Jokowi yang menekan laju inflasi dengan cepat tapi dengan cara instan. Misalnya, dengan menggelontorkan subsidi jumbo ke masyarakat. Salah satunya adalah subsidi energi untuk bahan bakar minyak (BBM).

Contohnya, untuk Pertalite pemerintah memberi subsidi Rp4.000 sampai Rp4.500 untuk 23 juta kilo liter. Kemudian solar Rp7.800, Pertamax walaupun harga sudah dinaikkan tapi masih ada subsidi Rp3.500 yang ditalangi Pertamina.

Karena itu, sambung Faisal, prestasi pemerintah di era Jokowi menekan inflasi selama ini tidak riil, melainkan hanya injak kaki.

"Nah akhirnya subsidi ini menggelembung tidak mampu (karena) ada krisis perang, tidak bisa lagi dilakukan dan sebentar lagi saya rasa akan nyerah pemerintahnya karena subsidinya luar biasa. Jadi selama ini bisa kita katakan bahwa inflasi rendah semu belaka. Injak kaki," katanya.

Namun, Faisal mengatakan tak bisa dipungkiri inflasi sepanjang sejarah inflasi yang rendah  terjadi di masa pemerintahan Jokowi. Bahkan, inflasi yang rendah cukup konsisten.

Karena itu, Faisal mengingatkan jika tingkat inflasi tidak bisa ditekan dan melonjak tinggi akibat lonjakan harga pangan akan membuat angka kemiskinan meningkat. Akhirnya, tidak ada warisan yang ditinggalkan Jokowi setelah tak lagi menjabat sebagai kepala negara.

"Karena semakin ditambah masa jabatannya yang bagus-bagus (hasil kerjanya) bisa jadi jelek dan akhirnya Pak Jokowi tidak menyisakan apa-apa, kecuali cuma kerusakan lingkungan dan utang yang menumpuk. Karena itu kita sayang Pak Jokowi cukup sampai 2024," katanya

"Jadi akan ada legacy (warisan) yang hilang kalau inflasi tinggi jumlah orang miskin akan double digit lagi. Padahal, Pak Jokowi mau menghilangkan kemiskinan ekstrem," sambungnya.