Bagikan:

JAKARTA - Penghujung kuartal I 2022 yang jatuh pada Maret ini diyakini akan menjadi periode pertama bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) untuk menaikan suku bunga acuan setelah sekian lama berada dalam tren landai.

Setidaknya hal tersebut diamini oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan otoritas moneter Bank Indonesia (BI).

Dalam catatan VOI, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sempat menyebut bahwa langkah The Fed untuk mengerek suku bunga adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Menurut Menkeu, salah satu pemicunya adalah pertumbuhan inflasi yang sudah mencapai 7,5 persen pada Februari tahun ini.

Bendahara negara memberi sinyal jika kenaikan suku bunga The Fed diyakini bakal terjadi pada Maret 2022.

“The Fed diperkirakan akan menaikan suku bunganya lima sampai tujuh kali pada tahun ini,” ujar Menkeu beberapa waktu lalu.

Senada, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penyesuaian kebijakan bank sentral AS akan mempengaruhi dinamika pasar keuangan global. Berbeda dengan Sri Mulyani, Perry mengungkapkan jika The Fed akan menaikan suku bunga secara gradual selama empat kali.

“Berdasarkan bacaan kami, Fed Fund Rate (FFR) akan naik empat kali tahun ini,” katanya.

Perry sendiri memprediksi bank sentral AS akan mengerek The Fed Fund Rate sebesar 100 basis poin. Sebagai informasi, normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat dan negara-negara Eropa bakal menguatkan nilai tukar mata uang asing, khususnya dari negara maju.

Hal ini sekaligus berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah dan akan menyebabkan terjadinya capital outflow. Meski demikian, BI optimistis kondisi saat ini memiliki daya tahan yang lebih baik dibandingkan dengan situasi serupa sebelumnya.

“Seberapa dampaknya terhadap pelemahan nilai tukar rupiah maka akan bisa terkendali karena secara fundamental, secara teknikal, rupiah kuat yang didukung oleh langkah-langkah strategis BI,” tegas Gubernur BI Perry Warjiyo.