Bagikan:

JAKARTA - Maraknya masalah yang mencuat dari pinjaman online (pinjol) ilegal, mengingatkan kita kembali kepada model ekonomi yang makin terlupakan, koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sudah semestinya pemerintah kembali membangkitkan ekosistem perkoperasian nasional yang sehat dan menghapus stigma-stigma buruk soal koperasi yang membuat masyarakat makin menjauh, dari sistem ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan tersebut.

Hal ini diungkapkan sejumlah pihak yang berharap sistem perkoperasian nasional bisa menjadi solusi di tengah kelesuan ekonomi akibat pandemi. Jikapun ada koperasi yang mengalami kesulitan atau masalah, pemerintah harus turun tangan untuk membenahi, agar kepercayaan masyarakat terhadap koperasi bisa terjaga.

"Pemerintah berkewajiban untuk membina dan mengawasi agar sebuah koperasi menjadi koperasi sehat. Kecuali jika sudah terkait dengan masalah hukum, itupun kalau ada kaitannya dengan peran pemerintah, pemerintah tetap harus masuk," tutur Pengamat Financial Technology sekaligus Sekretaris Bidang Perbankan Syariah Dewan Syariah Nasional (DSN) Muhammad Maksum dalam keterangan tertulis, Rabu 24 November.

Maksum menegaskan, koperasi adalah lembaga keuangan yang paling cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang mengedepankan azas kekeluargaan.

"Pembiayaan berbasis komunitas seperti koperasi sangat cocok buat masyarakat Indonesia. Karena berbasis komunitas, salah satu mitigasi resikonya adalah adanya kewajiban tanggung renteng untuk menanggung risiko terjadinya kerugian. Kecuali ada tindakan pidana atau tindakan pengalahgunaan kewenangan," kata Maksum.

Anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar menuturkan, koperasi sudah selayaknya menjadi pondasi bagi perekonomian nasional. Karena itu Kementerian Koperasi dan UKM harus lebih jeli untuk membina sekaligus mendampingi koperasi-koperasi yang ada, agar bisa benar-benar memberikan dampak positif bagi perekonomian.

"Tentunya koperasi yang menguntungkan bagi anggotanya dan berdampak luas bagi masyarakat. Tidak semata-mata koperasi yang membuat proposal lalu dan meminta suntikan dana," ujarnya.

Ia tak menyangkal, ada beberapa pengurus koperasi yang nakal dan merugikan anggota koperasi. Tapi, jika ada koperasi yang berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan anggota dan nasabah, seperti yang terjadi dengan KSP Indosurya, pemerintah pun seharusnya mendukung penyelesaian masalah sesuai putusan dari pengadilan.

"Kalau niatnya untuk mengembalikan, sih saya kira baik, ya, dan perlu diapresiasi. Meski niat ini tetap harus dibuktikan dengan kongkrit," ucapnya.

Menanggapi adanya pihak yang mencoba mengganggu homologasi yang dilakukan KSP Indosurya, Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop-UKM Ahmad Zabadi mengatakan, dirinya berharrap tidak ada yang mengganggu upaya itu.

"Pemenuhan kewajiban memang perlu dimpelementasi sesuai keputusan itu, tentunya kita berharap tidak ada pihak-pihak yang mengggangu atau menggagalkan Homologasi. Namun, KSP Indosurya juga harus menunjukkan keseriusannya dengan kemudian melaksanakan pembayaran secara transparan, terbuka kepada seluruh anggota sehingga semua anggota dapat gambaran jelas dan baik," ujarnya.

Ia menekankan, pengurus harus aktif memberikan kebaruan informasi yang menegaskan kepercayaan anggota.

"Penting untuk koperasi dan juga anggota memberikan informasi sejelas-jelasnya demi membangun komunikasi yang baik dan transparan. Jadi semua percaya proses Homologasi diimplementasi, dan tidak ada muncul kesan hanya buying time (mengundur-undur waktu)," ujarnya.

Jumlah terbanyak

Sementara itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengakui, Indonesia sejatinya adalah pemilik jumlah koperasi terbanyak di dunia. Jumlahnya pernah mencapai 212. 339 koperasi pada tahun 2015.

"Tapi isinya didominasi koperasi papan nama. Kondisi tersebut tak hanya merusak citra koperasi, tapi masyarakat jadi tidak tahu mana koperasi yang benar dan mana yang salah. Ibarat koperasi itu pohon jati, keberadaanya tertutup oleh semak belukar tidak karu karuan. Koperasi akhirnya pertumbuhanya jadi terus memburuk," ucapnya.

Untuk mengembalikan citra koperasi agar bisa menjadi lembaga keuangan yang dekat dan kembali dipercaya masyarakat, Suroto bilang, sudah seharusnya Kementerian Koperasi berani melakukan aksi bersih-bersih koperasi dari rentenir berbaju koperasi atau koperasi abal-abal.

Karena sikap diam dari otoritas terkait inilah, lanjutnya, kasus-kasus pengemplangan dana anggota koperasi kerap berulang saban tahunnya. “Banyak koperasi palsu dan abal-abal yang merugikan masyarakat berulang ulang dan terus muncul seperti fenomena gunung es,” ucapnya.

Zabadi menuturkan, pihaknya saat ini tengah menginventarisir koperasi bermasalah. Menurutnya, biasanya koperasi bermasalah muncul karena tidak diterapkannya nilai dan prinsip dasar koperasi serta penyalagunan dana simpanan anggota yang ditempatkan di investasi.

Dia mengemukakan, dari banyak perkara menyangkut koperasi, beberapa diantaranya berujung dengan PKPU dan mendapatkan penetapan vonis dari Pengadilan Niaga, seperti KSP Indosurya, KSP Lima Garuda, KSP Pracico Inti Sejahtera dan KSP Sejahtera Bersama.

Saat ini, koperasi-koperasi tersebut sedang menjalankan putusan homologasi, yang mewajibkan pengembalian simpanan anggota dalam kurun waktu tertentu (rata-rata 5 tahun).

Pihaknya sendiri tetap optimistis, koperasi masih akan terus berkembang dan dibutuhkan masyarakat. Berdasarkan Online Data System (ODS) Kemenkop dan UKM, jumlah koperasi aktif pada akhir tahun 2020 sebanyak 127.124 unit, naik dibandingkan data di akhir tahun 2019 sebanyak 123.048 unit.