Dituding Ikut Terlibat Bisnis PCR, Erick Thohir: Pejabat Publik Memang Berisiko Kena Fitnah, tapi Apakah karena Itu Kita Berhenti?
Menteri BUMN, Erick Thohir. (Foto: Dok. Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir merespons soal tudingan dirinya ikut terlibat di dalam bisnis Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) sejak awal merebaknya COVID-19 di Tanah Air. Ia menekankan bahwa tudingan tersebut merupakan fitnah terhadap dirinya.

Sekadar informasi, isu mengenai bisnis PCR tersebut dikaitkan dengan perusahaan bentukan pengusaha Indonesia yakni PT Gemonik Solidaritas Indonesia (GSI). Salah satu pemenang saham perusahaan tersebut yakni Yayasan Adaro Bangun Negeri. Jumlah saham yang dimiliki sebesar 6 persen. Adapun yayasan tersebut milik keluarga besar Erick Thohir.

Menurut Erick, selaku pejabat publik konsekuensi yang akan diterima adalah mendapat fitnah dari kelompok tertentu. Ia menegaskan bahwa fitnah itu tidak membuat dirinya berhenti bekerja menangani pandemi COVID-19 di Tanah Air.

"Pejabat publik punya risiko bahwa dia juga harus menerima fitnah. Tetapi, fitnah Ini kan harus dibuktikan, tidak bisa menuduh sembarangan tanpa data. Tetapi itu risiko, apakah gara-gara itu kita berhenti?," katanya dalam acara Kick Andy Show, dikutip Senin, 15 November.

Erick mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19 yang membuat krisis kesehatan terjadi di Indonesia  seluruh pejabat negara bekerja tanpa memikirkan menguntungkan diri sendiri.

Lebih lanjut, Erick menjelaskan bahwa pelaksanaan penanganan pandemi hingga saat ini hanya bertujuan agar sektor kesehatan, ekonomi dan sektor lainnya bisa kembali pulih pada posisi sebelum pandemi.

"Tapi saya tekankan, tadi pada konteks COVID-19 itu, banyak risiko yang harus diambil oleh pejabat publik, tanpa ada niat sedikitpun memperkaya diri sendiri, lillahi ta'ala," ucapnya.

Kata Erick, penyebaran kasus COVID-19 yang sudah bisa tertangani dengan baik di Tanah Air, juga karena keberhasilan Presiden Joko Widodo memimpin para menterinya. Bahkan, banyak menteri yang bekerja 24 jam untuk melawan COVID-19.

"Dan saya rasa Bapak Presiden memimpin dengan baik, para menteri juga banyak yang bekerja 24 jam. Dan nawaitunya jelas, kita pelayanan kesehatan, kepada masyarakat pada saat itu dan hari ini harus terus dijalankan. Karena perang melawan COVID-19 ini belum selesai," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir diduga ikut terlibat dalam bisnis PCR yang ada di Indonesia.

Disebutnya nama Luhut dalam bisnis PCR berawal dari keterangan Agustinus yang menyebut sejumlah menteri terkait dengan bisnis tes PCR. Agustinus mengungkap hal tersebut lewat akun Facebook.

Awalnya, Agustinus mengutip laporan media massa soal laboratorium PCR yang dimiliki politikus dan konglomerat. Dalam unggahannya, ia mengatakan komposisi pemegang saham PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) memiliki afiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan.

Perusahaan itu ialah PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera. Agustinus menjelaskan Luhut punya sedikit saham di dua perusahaan tersebut, di mana Luhut juga diketahui sebagai pendiri.

Ia mengaitkan Erick dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan itu dipimpin oleh saudara Erick, Boy Thohir.

"Menteri itu ternyata terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Unit usaha PT itu adalah GSI Lab yang jualan segala jenis tes COVID-19: PCR Swab Sameday (275 ribu), Swab Antigen (95 ribu), PCR Kumur (495 ribu), S-RBD Quantitative Antibody (249 ribu)," tulis Agustinus.

Agustinus mengaku tak mempermasalahkan orang berbisnis. Namun dia menyoroti, siapa-siapa saja yang bermain di balik bisnis tersebut.

"Saya tidak peduli Indonesia menjadi pemimpin G-20 atau prestasi apapun juga. Bisnis tes PCR ini adalah skandal yang bagai kotoran dilemparkan ke wajah pemerintahan Jokowi. Bau dan memalukan!," katanya.