JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mempersilakan publik atau siapapun untuk melakukan audit maupun penghitungan terkait pengadaan alat tes PCR.
Hal ini disampaikannya setelah muncul dugaan keterlibatan Menko Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir dalam bisnis pengadaan tersebut untuk mencari keuntungan.
"Silakan terus diteliti, dihitung, dan diaudit. Masyarakat juga punya hak untuk mengkritisi. Nanti akan terlihat kebenarannya," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 14 November.
Mahfud mengatakan Luhut dan Erick Thohir memang ikut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Namun, hal ini dilakukan semata-mata untuk menanggulangi pandemi COVID-19 di Tanah Air bukan untuk mencari untung.
"Saya tidak bermaksud membela LBP dan Erick. Saya hanya menjelaskan konteks kebutuhan ketika dulu kita diteror dan dihoror oleh COVID-19 dan ada kebutuhan gerakan masif untuk mencari alat test\ dan obat," tegasnya.
"Semula, LBP, Erick Thohir, dan kawan-kawan membentuk sebuah Yayasan untuk membantu masyarakat dalam pengadaan obat dan alat test COVID. Yayasan tersebut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang antara lain melakukan pengadaan PCR yang distribusinya ada yang berbayar dan ada yang digratiskan," imbuh Mahfud.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, eks Direktur YLBHI Agustinus Edy Kristianto menyebut sejumlah menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo terlibat bisnis tes PCR. Dia mengatakan, para menteri itu terafiliasi dengan GSI, penyedia jasa tes COVID-19.
Menurutnya, perusahaan itu didirikan oleh sejumlah perusahaan besar. Ia mengaitkan Erick dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan itu dipimpin oleh saudara Erick, Boy Thohir.
Selain itu, Edy juga menyebut nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, Luhut terlibat lewat PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Dugaan ini kemudian dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).
Hanya saja, komisi antirasuah masih melakukan penelaahan untuk mengetahui apakah dugaan cari untung dari bisnis PCR sesuai dengan tugas dan fungsi mereka sesuai Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019. Jika sesuai, KPK kemudian akan menindaklanjutinya dengan melakukan klarifikasi dan mengumpulkan bukti lainnya.