KPPU Ungkap Ada Pemain Besar Kuasai Bisnis PCR, Siapa Mereka?
Photo by Mufid Majnun on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPP) mencium gelagat pemain besar yang terlibat di dalam bisnis tes PCR di Tanah Air. Indikasi ini sejalan dengan adanya potensi persaingan bisnis tak sehat dalam bisnis alat kesehatan COVID-19 tersebut.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyana Ranamanggala mengatakan, kelompok pemain besar ini terbentuk pada pelaku usaha laboratorium yang mewadahi praktik tes PCR. Ia mengaku sedang mendalami bagaimana kekuatan kelompok usaha ini dalam pangsa pasar binsis tersebut.

Namun sayang, Mulyana belum mau mengungkap lebih lanjut mengenai keterlibatan nama-nama yang ada pada bisnis PCR tersebut.

"Untuk data pelaku usaha yang sedang beredar tadi ya mungkin saya bisa katakan sebagian ada yang benar, tapi kami akan terus melakukan verifikasi terhadap informasi yang beredar dan data yang kami peroleh jadi masih tetap pendalaman," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 12 November.

KPPU melihat indikasi upaya memaksimalkan keuntungan dan bisnis PCR secara tidak sehat salah satunya melalui paket atau bundling tes PCR.

"Ketika ada bundling tarif PCR ketika tes PCR yang konsultasi dengan dokter itu biayanya bisa berbanding hampir dua kali lipat," tuturnya.

Tak hanya itu, kata Mulyana, potensi bisnis dan persaingan usaha tidak sehat lainnya yang ditemukan yakni berasal dari tes PCR dengan hasil yang keluar dalam kurun waktu 6 jam atau kurang dari satu hari.

"Itu sebenarnya menurut kami dengan adanya bundling banding seperti ini memunculkan persaingan usaha tidak sehat karena sebenarnya esensi itu adalah untuk membuktikan apakah orang itu terkena COVID-19, Apakah perlu dilakukan karantina mandiri atau dirawat di rumah sakit," jelasnya.

Pemerintah diminta transparan hitung HET

Dengan adanya indikasi pesaingan bisnis tak sehat ini, KPPU meminta perlu adanya keterbukaan dari pemerintah mengenai perhitungan harga eceran tertinggi (HET) tes PCR.

Lebih lanjut, Mulyana mengatakan bahwa dengan perhitungan yang transparan tujuan dari tes PCR tidak lebih ke bisnis.

"Kami melihat dan hasil rekomendasi kami juga bahwa pemerintah perlu tes pemeriksaan yang di bundling yang diberikan label hasil cepat supaya tujuan PCR ini gak lebih ke bisnis, jangan ke sana, lebih ke tesnya," tuturnya.

Luhut dan Erick Thohir diduga terlibat bisnis PCR

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir diduga ikut terlibat dalam bisnis PCR yang ada di Indonesia.

Disebutnya nama Luhut dalam bisnis PCR berawal dari keterangan Agustinus yang menyebut sejumlah menteri terkait dengan bisnis tes PCR. Agustinus mengungkap hal tersebut lewat akun Facebook.

Awalnya, Agustinus mengutip laporan media massa soal laboratorium PCR yang dimiliki politikus dan konglomerat. Dalam unggahannya, ia mengatakan komposisi pemegang saham PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) memiliki afiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan.

Perusahaan itu ialah PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera. Agustinus menjelaskan Luhut punya sedikit saham di dua perusahaan tersebut, di mana Luhut juga diketahui sebagai pendiri.

Ia juga mengaitkan Erick dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan itu dipimpin oleh saudara Erick, Boy Thohir.

"Menteri itu ternyata terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Unit usaha PT itu adalah GSI Lab yang jualan segala jenis tes COVID-19: PCR Swab Sameday (275 ribu), Swab Antigen (95 ribu), PCR Kumur (495 ribu), S-RBD Quantitative Antibody (249 ribu)," tulis Agustinus.