JAKARTA - Pemerintah melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) disebutkan terus melakukan upaya pengejaran hak negara atas sejumlah piutang yang masih dikuasai oleh debitur. Salah satu yang kini gencar dilakukan adalah langkah penagihan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mengkarak lebih dari 20 tahun.
Kepala Subdirektorat Piutang Negara II Kementerian Keuangan Sumarsono mengatakan jika sebagian besar berkas BLBI telah masuk dalam PUPN untuk kemudian dilakukan penagihan.
“Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang aktif saat ini berjumlah 50.697 berkas dengan nilai outstanding sebesar Rp76,89 triliun. Berkas kasus BLBI sebagian besar sudah masuk disini,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers virtual, Jumat, 12 November.
Terbaru, Satgas BLBI baru saja melakukan penyitaan terhadap aset milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto di empat lokasi berbeda di Karawang, Jawa Barat. Bungsu mantan Presiden Soeharto itu masuk dalam pusaran bailout bank sentral karena tercatat memiliki kewajiban pengembalian dana sebesar Rp2,61 triliun.
Salah satu obligor lain yang kini tengah diburu oleh satgas adalah eks petinggi PT Bank Asia Pacific (Aspac) Setiawan Harjono yang dinyatakan memiliki utang lebih dari Rp3,57 triliun.
Pengusaha sekaligus besan dari mantan Ketua DPR Setya Novanto itu malahan disebut-sebut sudah menyiapkan langkah hukum untuk menggugat balik pemerintah atas perkara yang ditudingkan kepadanya. Adapun, nilai total kerugian negara yang ada di kasus BLBI diklaim mencapai total Rp110 triliun.
BACA JUGA:
Sikap tegas pemerintah yang membidik para pengemplang BLBI untuk segera mengembalikan hak negara agaknya berbanding terbalik dengan persoalan utang PT Lapindo Minarak Jaya.
Sumarsono sendiri mengaku belum menerima berkas Lapindo di PUPN untuk kemudian dilakukan upaya penagihan kepada yang bersangkutan.
“Nah, untuk utang dari Lapindo, berdasarkan data fokus kami (berkasnya) belum diserahkan ke PUPN. Jadi, (berkas) piutang itu macet ada di penyerah atau di kementerian/lembaga (K/L) yang menangani. Dalam hal ini Kementerian Keuangan juga dianggap sebagai K/L. Nah posisi Lapindo masih di Kementerian Keuangan dan belum diserahkan ke PUPN,” jalas dia.
Dalam catatan VOI, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan jika PT Lapindo Minarak Jaya yang terafiliasi dengan konglomerat Aburizal Bakrie, memiliki utang kepada negara sebesar Rp1,91 triliun. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari dana talangan pemerintah kepada korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur beberapa tahun lalu.
“Berkas-berkas ini beraneka ragam karakteristiknya, beraneka ragam bentuknya, dan beraneka ragam debiturnya,” kata Sumarsono.