Jokowi Makin Lincah Buru Pengemplang BLBI, ‘Amunisi Baru' Sudah Dikantongi
Presiden Jokowi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah diketahui semakin bersemangat untuk segera menuntaskan persoalan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah mangkrak selama puluhan tahun. Terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara.

Melalui beleid yang berlaku 31 Agustus tersebut, Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) diberikan ‘amunisi’ baru untuk memburu para pengemplang BLBI yang telah lama menghindar dari kewajibannya.

Dijelaskan oleh Direktur Barang Milik Negara DJKN Kementerian Keuangan Encep Sudarwan bahwa peraturan tersebut juga berisi tentang upaya-upaya pembatasan keperdataan dan/atau penghentian layanan publik kepada debitur.

“Bagi yang belum menyelesaikan utangnya dibatasi akses keuangan, seperti tidak boleh dapat kredit, pembatasan layanan paspor, visa, hingga memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan mendapat Surat Izin Mengemudi (SIM),” tuturnya kepada awak media pada Jumat, 16 September.

Dalam catatan Encep, total Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif yang diurus oleh PUPN sebanyak 45.524 berkas dengan total nilai outstanding sebesar Rp170,23 triliun.

“Nilai tersebut termasuk jumlah piutang BLBI yang sebesar Rp110 triliun,” tuturnya.

Selain itu, PP ini juga diyakini bisa mempersempit ruang gerak obligor/debitur BLBI karena mengamanatkan tindakan pencegahan ke luar negeri bagi yang belum menyelesaikan kewajibannya.

“PP 28 Tahun 2022 memberikan kewenangan kepada PUPN untuk meminta data atau informasi kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam upaya penyelesaian piutang negara. Ini bersifat wajib sehingga kementerian/lembaga maupun pemda harus memberikan akses,” tegas Encep.

Dalam catatan VOI, nilai aset yang berhasil diamankan pemerintah dari para pengemplang BLBI hingga 31 Maret 2022 adalah sebesar Rp19,1 triliun.

Angka itu terdiri dari barang jaminan atau harta kekayaan lain Rp12,2 triliun, dalam bentuk penguasaan aset properti Rp5,3 triliun, dan dalam bentuk yang telah dikuasai oleh kementerian/lembaga maupun pemda Rp1,1 triliun.

Sementara dalam bentuk uang tunai yang masuk ke kas negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp371,2 miliar.