Bagikan:

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Januari-Agustus 2022 mencapai 34,9 miliar dolar AS. Jumlah ini nyaris menyamai surplus neraca perdagangan pada sepanjang 2021 yang sebesar 35,3 miliar dolar AS.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan perkembangan total ekspor hingga Agustus 2022 adalah sebesar 194,6 miliar dolar AS atau naik 35,42 persen dibanding periode yang sama 2021.

“Sementara untuk impor sebesar 159,6 miliar dolar AS,” ujarnya ketika memberikan pemaparan kepada wartawan pada Kamis, 15 September.

Setianto merinci, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Agustus 2022 naik 24,03 persen dibanding periode yang sama 2021, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 17,14 persen, serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 97,40 persen.

“Ekspor nonmigas Agustus 2022 terbesar adalah ke China yaitu 6,16 miliar dolar AS, disusul Amerika Serikat 2,59 miliar dolar AS dan India 2,47 miliar miliar dolar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai 42,84 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar 4,77 miliar dolar AS dan 2,30 miliar dolar AS,” tuturnya.

Adapun menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Agustus 2022 berasal dari Jawa Barat dengan nilai 6,02 miliar miliar dolar AS (13,37 persen), Kalimantan Timur 23,41 miliar dolar AS (12,03 persen) dan Jawa Timur 16,96 miliar dolar AS (8,71 persen).

Sementara untuk impor, tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Agustus 2022 adalah China 44,59 miliar dolar AS (33,77 persen), Jepang 11,35 miliar dolar AS (8,60 persen), dan Thailand 7,68 miliar dolar AS (5,82 persen).

Kemudian, impor nonmigas dari ASEAN 22,60 miliar dolar AS (17,12 persen) dan Uni Eropa 7,35 miliar dolar AS (5,56 persen).

“Menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari–Agustus 2022 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada barang konsumsi 696,1 juta dolar AS (5,65 persen), bahan baku/penolong 30,53 miliar dolar AS (32,82 persen), dan barang modal 5,46 miliar dolar AS (30,97 persen),” tutup Setianto.