Bagikan:

JAKARTA - Merek permen asal Indonesia, Kopiko, sedang ramai diperbincangkan karena muncul di drama Korea (drakor) Hometown Cha Cha Cha yang diperankan oleh Shin Min-a dan Kim Seon-ho. Sebelumnya produk permen dari PT Mayora Indah Tbk ini pernah viral karena tampil di drakor populer lainnya, Vincenzo.

Mayora sendiri sudah tidak asing lagi bagi para pecinta makanan camilan. Jargon "Satu Lagi dari Mayora" mungkin hampir setiap hari bersliweran di iklan yang tayang stasiun televisi Tanah Air.

Mayora adalah pemain besar di industri makanan olahan khususnya cemilan. Bisnis produsen biskuit, permen, wafer, mi intan, minuman instan, kopi, hingga air mineral ini tak lepas dari sosok konglomerat Jogi Hendra Atmadja.

Jogi adalah salah satu orang terkaya di Indonesia. Berdasarkan data Forbes per Desember 2020, Jogi Hendra Atmadja adalah orang terkaya nomor ke-7 di Tanah Air dengan kekayaan mencapai 4,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp61 triliun.

Jogi Hendra Atmadja, pria keturunan Tionghoa ini lahir di Jakarta pada 1946 silam. Sejak kecil memang dirinya berada di lingkungan keluarga yang menggeluti bisnis biskuit rumahan.

Berjalannya waktu, yakni setelah lulus dari sekolah menengah atas, Jogi melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti. Meski sudah mendapatkan gelar dokter, Jogi tetap brekecimpung di usaha biskuit keluarga yang sudah dirintis sejak 1948.

Bersama Darmawan Kurnia dan Raden Soedigdo, Jogi mendirikan PT Mayora Indonesia pada 17 Februari 1977 di Jakarta dengan mengoperasikan pabrik pertama di Tangerang, Banten. Saat itu, Jogi memilih untuk duduk menjadi komisaris utama ketimbang direksi.

Awal berdirinya Mayora, produk yang jadi jagoan mereka adalah biskuit kelapa Roma. Produk ini mampu menyedot perhatian khalayak karena dinilai cocok menjadi teman minum teh.

Kemudian, pada era 1980-an, Mayora meluncurkan permen kopi pertama di Indonesia, Kopiko, yang langsung mencuri hati konsumen. Mayora pun semakin besar hingga setelahnya melahirkan merek-merek populer, seperti Beng-beng, Astor, Choki-choki, hingga Torabika yang sudah merambah 90 negara.\

Produk-produk Mayora. (Foto: Dok. Mayora Indah)

Setelah 23 tahun berjalan sebagai perusahaan tertutup, pada 1990, Mayora melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat itu harga penawaran saham emiten berkode MYOR itu di level Rp9.300.

Meski pandemi, Mayora mampu mempertahankan bisnisnya untuk terus tumbuh tahun lalu dengan mencatat penjualan hingga Rp 24,47 triliun. Alhasil, laba perusahaan naik 3,5 persen menjadi Rp2,06 triliun. Total aset perusahaan juga tumbuh 3,88 persen menjadi Rp 19,77 triliun.

Saat ini, Jogi masih menjabat sebagai Komisaris Utama Mayora. Bisnis tersebut ia wariskan kepada ketiga anaknya yang duduk di kursi direksi Andra Sukrendra Atmadja, Hendarta Atmadja, dan Wardhana Atmadja.

Kinerja kuartal III 2021

PT Mayora Indah Tbk membukukan kenaikan kinerja penjualan di kuartal ketiga tahun ini. Perusahaan berhasil mencatatkan peningkatan penjualan sebanyak 13,12 persen secara tahunan atau yoy.

Melansir laporan keuangan per September 2021, penjualan Mayora Indah tercatat sebesar Rp19,88 triliun. Jumlah ini meningkat dari Rp17,58 triliun yang dicetak di periode yang sama tahun lalu.

Penjualan bersih Mayora hingga kuartal ketiga tahun ini, masih ditopang oleh pasar lokal yang mencapai Rp11,76 triliun. Angka ini tumbuh 12,45 persen yoy dari sebelumnya Rp10,46 triliun hingga kuartal III 2020.

Kemudian disusul oleh penjualan dari pasar ekspor yang juga mengalami pertumbuhan 14,04% persen yoy, dari sebelumnya Rp7,13 triliun di kuartal III 2020, naik menjadi Rp 8,13 triliun pada akhir September 2021. Mayora juga terpantau membukukan retur senilai Rp13,09 miliar di kuartal ketiga tahun ini.

Tumbuhnya penjualan, mendorong peningkatan beban pokok penjualan Mayora sebesar 20,43 persen yoy menjadi Rp14,80 triliun per akhir September lalu. Di samping itu, hingga akhir September 2021, MYOR tercatat membukukan beban penjualan dan beban umum dan administrasi masing-masing senilai Rp3,07 triliun dan Rp573,50 miliar.

Adapun, secara keseluruhan beban usaha Mayora terpantau meningkat hingga 7,97 persen yoy menjadi Rp3,64 triliun di periode Januari-September 2021. Per September 2021, laba usaha MYOR tercatat sebesar Rp1,44 triliun, turun 24,72 persen yoy dari sebelumnya yang mencapai Rp1,91 triliun per September 2020.

Dengan demikian, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pun ikut menurun, dari semula Rp1,55 triliun menjadi Rp977,93 miliar.