JAKARTA - Bom bunuh diri meledak Gereja Katedral Makassar. Ledakan ini menewaskan dua orang dan mencatatkan sembilan korban luka. Catatan lain adalah tentang Gereja Katedral Makassar sendiri, yang jadi simbol penting kehidupan beragama Katolik di Makassar. Seperti apa sejarah Gereja Katedral Makassar?
Bom meledak pada 10.20 WITA di pintu gerbang alternatif gereja. Saat ledakan terjadi, jemaat masih melaksanakan ibadah di dalam gereja. Usai ledakan, Wali Kota Danny Pomanto langsung berkomunikasi dengan sejumlah pengurus gereja.
Danny Pomanto ingin semua pihak tenang merespons kejahatan ini. Danny tahu pentingnya gereja ini bagi kehidupan masyarakat di Makassar. "Kita tunggu saja laporan lengkap pihak kepolisian," kata Danny Pomanto dalam wawancara bersama Kompas TV.
"Yang jelas kami berbagi tugas. Saya di jemaat gereja, paling tidak memberi ketenangan. Gereja ini gereja tertua, simbol Katolik di Makassar. Tetap di rumah, jangan posting gambar yang melemahkan kita semua," tambah Pomanto.
Sejarah Gereja Katedral Makassar
Dikutip dari berbagai sumber, Gereja Katedral Makassar memiliki nama resmi Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus. Sebelumnya, gereja ini dinamai Gereja Katedral Ujung Pandang. Gereja Katedral Makassar adalah gedung gereja tertua di Kota Makassar dan seluruh wilayah Sulawesi, baik tenggara maupun selatan.
Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus didirikan pada 1898, di dalam permulaan tahap kedua kehadiran gereja Katolik di Makassar. Sejarah agama Katolik di Makassar sendiri erat kaitannya dengan kedatangan tiga pastor dan seorang misionaris Portugal pada 1525.
Mereka adalah Pastor Antonio do Reis, Bernardinode Marvao, Cosmas de Annunciacio, serta seorang bruder. Meski begitu dampak terbesar penyebaran agama Katolik justru terjadi ketika Pastor Vincente Viegas datang dari Malaka untuk bertugas di Makassar pada 1548.
Di sana, Vincente melayani saudara-saudara Portugis yang memeluk Katolik serta sejumlah raja juga bangsawan Sulawesi Selatan yang telah dibaptis. Raja Gowa Sultan Alauddin (1591-1638), Raja Gowa pertama yang memeluk Islam memberi kebebasan untuk umat Katolik mendirikan gereja pada 1633.
Namun gejolak politik antara orang-orang Portugis dan VOC justru menyebabkan para rohaniawan Portugis tersingkir dari Makassar. Saat Malaka jatuh ke tangah VOC ditambah Perjanjian Batavia 19 Agustus 1660 memaksa Sultan Hasanuddin mengusir semua Portugis dari Makassar. Keberangkatan orang-orang Portugis itu diatur dengan baik oleh Sultan.
Tahun 1892, sekitar bulan September, Pastor Aselbergs, SJ, dipindahkan dari Larantuka menjadi Pastor Stasi Makassar. Ia tinggal di sebuah rumah mewah di Heerenweg, yang kini dinamai Jalan Hasanuddin.
Kemudian, pada 1895, sebidang tanah dan rumah di Komedistraat dibeli. Lokasinya di Jalan Kajaolalido yang sekarang jadi lokasi gedung gereja. Pembangunan gereja berlangsung sejak 1898 sampai 1900.
Gereja kemudian direnovasi dan diperluas pada 1939. Prosesnya berlangsung hingga 1941 dengan bentuk yang bertahan sampai hari ini.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH NUSANTARA atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian.