JAKARTA – Penertiban parkir liar di sejumlah wilayah disambut baik masyarakat. Namun pengamat sangsi aksi ini efektif mengusir parkir liar yang makin subur.
Menjamurnya parkir liar membuat masyarakat resah. Keluhan tersebut ramai-ramai disampaikan di media sosial. Tarif parkir liar sendiri bervariasi mulai dari Rp2.000 untuk motor yang berlaku di hampir semua minimarket, sampai yang paling gila terjadi di kawasan Masjid Istiqlal.
Belum lama ini warganet mengutuk juru parkir liar di kawasan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, karena mematok harga Rp150 ribu untuk kendaraan roda empat, seperti yang diunggah di akun Instagram @info_jakartapusat. Perekam video memperlihatkan tiga orang pria yang diduga melakukan praktik pungli.
Perekam video yang juga pemilik kendaraan harga yang dipatok parkir liar sebesar Rp150 ribu. Korban terlihat adu mulut dengan tiga orang pria yang merupakan pelaku pungli.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta menegaskan, juru parkir liar di sekitar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, sudah ditangkap.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo di kawasan Rorotan, Jakarta Utara, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan aparat Kepolisian untuk menindak juru parkir liar di lokasi tersebut.
"Jadi untuk parkir liar di sekitar Istiqlal kemarin rekan-rekan dari Polres Jakarta Pusat sudah melakukan tindakan dan sudah diamankan yang bersangkutan," katanya.
Kapolsek Sawah Besar Kompol Dhanar Dhono Vernandhie di Jakarta, Senin, mengatakan, kedua orang ini, yakni AB (49) dan J (26) ditangkap karena kasus penyalahgunaan narkoba.
Sedangkan terkait dugaan pemungutan tarif parkir liar, dia menyebutkan tidak ada transaksi yang terjadi dan polisi kekurangan alat bukti. Meski begitu aksi menertibkan juru parkir liar yang beroperasi di minimarket hingga ruko gencar dilakukan.
Lahan Parkir Tak Memadai
Fenomena juru parkir liar sebenarnya sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Meski sebagian masyarakat banyak yang memaklumi, tapi tidak sedikit pula yang jengkel dengan kelakuan jukir liar di minimarket. Salah satu contohnya ketika si jukir liar nekat menarik motor konsumen yang ogah membayar.
Terkait menjamurnya jukir liar dan mengapa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kesulitan memberantasnya, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga memberikan alasan.
Menurut Nirwono penertiban jukir liar yang dilakukan Dishub DKI Jakarta dan beberapa wilayah lain sebetulnya tidak efektif untuk membenahi persoalan parkir liar karena sudah bertahun-tahun lamanya dibiarkan tumbuh subur.
Akar masalah dari munculnya parkir liar adalah karena tidak tersedianya tempat parkir memadai dan lemahnya penegakan hukum.
Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 tahun 2012 tentang Perparkiran disebutkan bahwa setiap bangunan umum dan/atau yang diperuntukan untuk kegiatan dan/atau usaha wajib dilengkapi fasilitas parkir sesuai kebutuhan Satuan Ruang Parkir (SRP).
Jika penyedia fasilitas parkir tidak memungkinkan menyediakan sendiri, dapat diupayakan secara kolektif atau bersama-sama dengan bangunan lain yang berdekatan.
BACA JUGA:
Selain itu, penyediaan fasilitas parkir itu harus memenuhi persyarakat seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), keselamatan dan kelancaran lalu lintas, keamanan dan keselamatan pengguna parkir, kelestarian lingkungan, kemudahan bagi pengguna jasa parkir, akses penyandang disabilitas, serta memenuhi SRP minimal.
"Jadi setiap badan usaha dan pemerintah daerah itu harus menyediakan tempat parkir, itu harus. Karena mereka mengundang orang datang ke situ," ujar Nirwono Yoga.
"Sayangnya kewajiban itu tidak dipenuhi, bahkan gedung pemda bisa dilihat parkir mobil tumpah di jalanan jadi parkir liar semua,” katanya.
Dikuasai Ormas
Keberadaan parkir liar di sejumlah tempat menghasilkan jumlah uang yang tidak bisa dianggap remeh. Namun ternyata, jumlah uang yang didapat tidak hanya untuk si jukir seorang, melainkan mengalir ke organisasi masyarakat (ormas) dan oknum aparat.
“Pemain di sektor ini melibatkan banyak pihak, mulai dari oknum ormas dan oknum aparat juga,” kata Wakil Ketua Forum Warga Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan, dikutip Kompas.
“Kondisi inilah yang membuat masalah perparkiran, terutama parkir liar, terus ada di Jakarta dan kota besar lainnya,” lanjutnya.
Tigor melanjutkan, pendapatan dari parkir liar tidak main-main, bisa mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. Angka ini didapat dari rata-rata tarif parkir liar Rp10 ribu dengan asumsi 16 ribu SRP atau titik parkir liar di Jakarta yang beroperasi selama sekitar delapan jam per hari.
"Jika sehari kita hitung titik parkir hanya 8 jam efektif parkir dan satu jam rata-rata membayar Rp 10.000, maka pendapatannya parkir liar di Jakarta Rp10.000 X 8 X 16.000 adalah Rp1,28 milyar sehari, Rp38,4 milyar sebulan, dan menjadi Rp460 milyar setahun," jelas Tigor.
Tigor memprediksi jumlah pendapatan parkir liar di Jakarta bisa jauh lebih besar dari yang disimulasikan. Pasalnya, jumlah titik parkir liar di Jakarta sekarang ini bisa lebih dari 16 ribu dan efektivitasnya juga bisa lebih dari delapan jam, sehingga berpengaruh pada jumlah pendapatan.
Hal ini juga diakui Nirwono Yuga. Katanya, banyak ditemui pemilik usaha seperti kafe atau restoran tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Di sinilah celah munculnya parkir liar dan ironisnya tak ada penegakan hukum.
"Parkir liar itu pada akhirnya bukan dilihat sebagai pelanggaran tapi peluang mendapatkan uang. Ruang-ruang yang tidak semestinya menjadi lokasi parkir dikuasai individu tertentu atau ormas,” Nirwono Yoga menjelaskan.
"Banyak parkir liar dikuasai dengan backingan aparat berwajib dan ormas, kenapa? Karena parkir liar menghasilkan keuntungan luar biasa,” pungkasnya.