Bagikan:

JAKARTA - Keberadaan juru parkir (jukir) liar di Jakarta masih menjadi polemik. Jukir liar ini kerap meresahkan masyarakat dengan mematok tarif parkir yang tidak masuk akal.

Belum lama ini, sempat viral video soal jukir liar di depan Masjid Istiqlal Jakarta getok tarif bus pariwisata rombongan pengunjung Monas mencapai Rp300 ribu. Di Jakarta, jukir liar juga kerap muncul di ruang terbuka hijau yang nyatanya gratis untuk masyarakat.

Hal tersebut membuat Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Hardiyanto Kenneth berang. Pria yang akrab disapa Bang Kent itu meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan aparat penegak hukum agar menindak dengan tegas preman berkedok jukir itu.

"Pemprov dan aparat hukum harus menindak para pelaku pemerasan yang berkedok juru parkir tersebut. Saya meminta agar pelaku tidak dilakukan pembinaan tapi langsung jebloskan ke penjara, karena sudah membuat resah masyarakat," tegas Kent dalam keterangannya, Senin 1 Juli.

Kent pun menilai, Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) tidak konsisten dalam menanggulangi masalah parkir liar ini. Itu karena masih ditemukan banyaknya parkir liar yang memakan badan jalan dan trotoar, terutama di wilayah ramai seperti di depan Stasiun Gambir, Jalan Sabang, Jalan Tanjung Duren Raya, Mall Gandaria dan wilayah lainnya di Jakarta hingga membuat jalan macet.

"PJ Gubernur harus lebih tegas kepada jajarannya dalam hal ini Dinas Perhubungan. Mereka sepertinya tidak konsisten dan terkesan angin-anginan dalam menindak jukir liar ini, karena saya masih melihat banyak sekali parkir liar seperti contoh di depan Stasiun Gambir, Jalan Sabang, Tanjung Duren Raya, pinggiran Mal Gandaria City dan beberapa wilayah lainnya, akibat dari parkir liar yang memakan badan jalan dan trotoar ini bisa mengakibatkan kemacetan panjang hingga mengganggu hak pengendara dalam berkendara serta para pejalan kaki yang menggunakan trotoar, seharusnya Dinas Perhubungan yang hal ini bisa di wakili oleh Suku Dinas Perhubungan perwilayah di lima kotamadya bisa lebih sensitif dan langsung melakukan penertiban secara represif jika di temukan parkir liar di wilayahnya, apalagi sampai memakan badan jalan atau parkir di trotoar. Harusnya badan jalan atau trotoar tidak diperbolehkan untuk parkir, itu namanya menzolimi para pengendara dan pejalan kaki," tutur Kent.

Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI ini menambahkan, jika Pemprov DKI tak mampu atau bisa menyediakan lahan parkir untuk umum, Pemprov seharusnya bisa melibatkan pihak swasta dalam penyediaan lahan parkir.

"Kalau memang sudah tidak mampu, ya serahkan atau libatkan pihak swasta. Jadi ketika lahan parkir dikelola swasta, Pemprov cukup berperan sebagai regulator saja dan pihak swastalah yang menyediakan lahannya, mekanisme bentuk penerimaan uang jasa tarif parkir ini bisa berupa bagi hasil dan pihak swasta lah yang nanti di berikan kewenangan dalam mengelola lahan hingga sistem pengamanannya. Harus benar-benar ada terobosan lebih berani supaya permasalahan parkir liar yang carut marut dan mutar muter seperti lingkaran setan ini bisa segera selesai, Pemprov DKI jangan memberikan kesan angin-anginan dalam menindak jukir liar ini, jangan sampai nanti muncul stigma di masyarakat, sudah ramai di medsos baru menindak. Kemudian jika terbukti ada oknum pejabat Pemprov bermain dalam urusan parkir liar ini, saran saya dipecat saja," tegas Kent.

Saat ini, lanjut dia, banyak warga pejalan kaki maupun pengendara mengeluhkan parkir liar yang berada di jalur sepeda, badan jalan hingga trotoar, alhasil akses pengendara dan pejalan kaki pun terganggu.

"Sudah banyak warga yang mengeluhkan terutama pengendara dan pejalan kaki, mereka merasa sangat terganggu dengan parkir liar yang ada di ada di trotoar, jalan sepeda dan yang memakan badan jalan. Pemprov sudah harus benar-benar berbenah dalam hal ini agar para pengendara dan pejalan kaki bisa mendapatkan haknya dengan layak," bebernya.

Kent pun menyikapi menjamurnya parkir liar di Jakarta dengan alasan parkir di gedung yang mengenakan tarif progresif seperti yang belakangan ini terjadi di wilayah senopati, jakarta selatan. Menurutnya, hal tersebut tidak boleh dijadikan pembenaran. Karena setiap pengendara yang mempunyai kendaraan harus siap menerima resiko dalam membayar jasa tarif layanan parkir ini.

"Alasan pengendara melakukan parkir liar hanya karena pihak gedung mengenakan tarif progresif, menurut saya bahwa hal ini tidak bisa dijadikan alasan pembenaran. Dalam masalah parkir liar ini, Pemprov harus tegas, dalam menegakkan peraturan pasti ada pro dan kontranya, menurut saya itu hal yang wajar dan saya yakin pasti lebih banyak pronya dibanding kontranya, karena memang benar-benar sudah meresahkan banyak orang. Menurut saya orang yang berani membeli motor dan mobil, ya harus bisa membayar jasa tarif layanan parkir ini, jangan egois dengan memarkirkan kendaraannya di sembarang tempat sehingga menyusahkan orang lain, jangan egois. Kalau tidak mau atau tidak sanggup membayar parkir ya jangan membeli kendaraan, silahkan saja naik transportasi umum," ujarnya.

Kent pun meminta kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan jajaran Suku Dinasnya di lima wilayah kotamadya agar bisa lebih sering melakukan patroli dan memapping permasalahan parkir liar diwilayahnya, terutama di wilayah-wilayah rawan macet. Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono mengklaim bahwa pihaknya sudah menertibkan 100 titik parkir liar di Jakarta setiap harinya tetapi nyatanya masih jauh panggang dari api.

"Dinas Perhubungan DKI Jakarta harus bisa mulai memapping wilayah yang sering dijadikan parkir liar, terutama di titik titik rawan macet, pasti ada parkir liarnya itu dan jajaran anggota dinas perhubungan di lima wilayah suku dinas perkotamadya diperintahkan agar sering-sering melakukan patroli diseluruh wilayahnya secara fokus. Harus lebih progresif lagi dalam melakukan penertiban parkir liar ini, tegakkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Transportasi kalau memang mau serius, di dalam aturan ini menurut saya sudah cukup lengkap bagi Pemprov DKI untuk menjalankan peran dan fungsinya dalam menertibkan parkir liar ini. Saran saya bahwa Pak Heru Budi Hartono harus tegas, jangan terlalu baik jadi orang, hati- hati jangan sampai di bohongi oleh anak buah, jangan termakan oleh laporan anak buah yang ABS (Asal Bapak Senang), harus paham lapangan," tandasnya.