Efek Bola Salju Kasus Mario Dandy Satrio
Tersangka kasus penganiayaan berat, Mario Dandy Satrio (kaos oranye) di Polres Jakarta Selatan. (SCMP/Dok. Polres Jaksel)

Bagikan:

JAKARTA - Kasus penganiayaan remaja belasan tahun hingga koma oleh Mario Dandy Satrio (20) bak bola salju yang menggelinding ke bawah dan terus membesar. Sorotan publik tak hanya mengenai tindak penganiayaannya, tapi sudah melebar ke isu korupsi para pejabat Dirjen Pajak.

Sebelum mengundurkan diri pada 24 Februari 2023, ayah Mario, Rafael Alun Trisambodo adalah pejabat eselon III Dirjen Pajak yang menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Kanwil Jakarta Selatan II.

Sejak kasus tersebut viral, berbagai hal tentang keluarga tersebut mencuat ke publik, termasuk harta kekayaan Rafael Alun yang kabarnya mencapai Rp56 miliar. Publik mempertanyakan bagaimana bisa pejabat eselon III Dirjen Pajak memiliki kekayaan begitu besar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani naik pitam. Di sela-sela kunjungan kerja ke Bangalore, India, dia langsung menginstruksikan Inspektorat Jendral melakukan investigasi tentang sumber kekayaan staf/pejabat yang ditengarai tidak wajar dan melakukan langkah koreksi tegas.

“Seluruh 78.640 pegawai Kementerian Keuangan wajib melaporkan harta dan kekayaan LHKPN bagi pejabat yang diserahkan ke KPK, serta LHK bagi pegawai yang diserahkan kepada Inspektorat Jendral,” perintah Menkeu pada 24 Februari 2023.

Dirjen Pajak, Suryo Utomo bersama klub moge Blasting Rijder DJP yang beranggotakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak. (Istimewa)

Sri mengakui perilaku gaya hidup mewah para pejabat Kementerian Keuangan, termasuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menimbulkan persepsi negatif dan erosi kepercayaan dari seluruh masyarakat.

“Menimbulkan pertanyaan yang sangat serius legitimate dari masyarakat mengenai dari mana sumber kemewahan itu diperoleh. Saya mengecam, ini jelas mengkhianati dan mencederai mereka yang telah dan terus bekerja secara jujur, bersih, dan profesional,” tegas Sri Mulyani.

Sri pun menyoroti keberadaan klub BlastingRijder DJP, komunitas pegawai pajak yang menyukai naik motor besar. Menurutnya, hobi dan gaya hidup mengendarai Moge menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP.

“Meski Moge diperoleh dan dibeli dengan uang halal dan gaji resmi; mengendarai dan memamerkan Moge bagi Pejabat/Pegawai Pajak dan Kemenkeu telah melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik. Saya minta agar klub BlastingRijder DJP dibubarkan. Ini mencederai kepercayaan masyarakat,” ucapnya.

Bagaimanapun, tindakan korektif harus terus dilakukan dengan konsisten dan tegas. Kepercayaan masyarakat tidak boleh dicederai dan dikhianati, Sri berkomitmen: “Kami jaga dengan sungguh-sungguh dan tanpa kompromi.”

Kasus Korupsi Perpajakan

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2005-2019 sedikitnya terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukan kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta. Modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap-menyuap

Dari seluruh kasus tersebut, terdapat 24 orang pegawai pajak yang terlibat. Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp160 milyar. Ini tentu belum dihitung nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi.

Menurut ICW, ada setidaknya empat kasus korupsi yang melibatkan pegawai negeri sipil di DJP dan pernah menarik perhatian publik. Pertama, kasus yang menjerat Gayus Tambunan pada 2010-2011. Gayus diketahui memiliki nilai rekening fantastis mencapai Rp28 miliar, padahal ketika itu dia masih golongan IIIA.

Gayus terbukti melakukan suap dan gratifikasi, serta pencucian uang. Mahkamah Agung menghukum Gayus 26 tahun penjara untuk tiga kasus pidana korupsi. Ditambah hukuman 3 tahun dalam perkara pemalsuan paspor.

Kedua, kasus yang menjerat mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP Kemenkeu, Bahasyim Assifie pada 2011. Saat menjabat sebagai Kepala KPP Jakarta VII, KPP Koja dan KPP Palmerah, Bahasyim menyalahgunakan jabatannya untuk menumpuk harta.

Gayus Tambunan terbukti melakukan suap dan gratifikasi, serta pencucian uang. (Antara/Prasetyo Utomo)

Kurun 2004-2010, jaksa mensinyalir lalu lintas uang di rekening Bahasyim tidak wajar, yakni mencapai Rp932 miliar. Itu belum termasuk rumah di Menteng senilai Rp 8,5 miliar.

Mahkamah Agung lewat putusan kasasi pada 31 Oktober 2011, menghukum Bahasyim pidana 6 tahun penjara dengan denda Rp500 juta untuk perkara korupsi, dan 6 tahun penjara dengan denda Rp500 juta untuk perkara pencucian uang.

Bahasyim sempat mengajukan peninjauan kembali dengan alasan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, serta Mahkamah Agung telah salah dalam mengadili dan memutuskan perkara pidananya. Ia berharap dapat dibebaskan dari hukuman yang telah dijatuhkan padanya.

Ketiga, kasus yang menjerat Dhana Widyatmika, pegawai di DJP yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan melakukan pencucian uang.

Pada 9 November 2012, Dhana dijatuhi hukuman 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Vonis itu diperberat di tingkat banding menjadi 10 tahun pada awal 2013.

Dhana terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima pemberian uang terkait posisinya sebagai pegawai Ditjen Pajak, melakukan pemerasan, dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pemerasan terhadap PT Kornet Trans Utama.

Kasus keempat yang menjerat Angin Prayitno Aji, pejabat eselon II DJP. Pada 23 Januari 2019, Angin dilantik sebagai Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP.

“Dia diduga menerima suap agar dapat merekayasa surat ketetapan pajak (SKP) dari tiga perusahaan besar, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations. Angin dan Dadan ditetapkan sebagai tersangka bersama empat konsultan pajak selaku pemberi suap. Nilai suap ditengarai mencapai Rp50 miliar,” tulis ICW dalam laporannya pada 2021.

Rentan Suap

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri saat Hari Anti Korupsi Sedunia di DJP pada 2021 pernah menjelaskan pegawai pajak rentan mengalami korupsi karena tugas pokok kewenangan yang besar.

Godaan penyelewengan sudah terjadi sejak proses tahap awal administrasi, penilaian, hingga keputusan besaran pajak seorang wajib pajak baik orang pribadi maupun badan.

“Wajib pajak yang nakal tentu ingin membayar lebih kecil dari nilai pajak sebenarnya,” katanya.

Selain itu, DJP juga memiliki kewenangan mengawasi wajib pajak hingga proses pemeriksaan di peradilan, termasuk juga peradilan banding di bidang perpajakan.  Ini juga tantangan besar yang sering membuat pejabat pajak kalap.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrayani berkomitmen kepercayaan masyarakat tidak boleh dicederai dan dikhianati. (Antara)

“Sehingga, tak heran bila korupsi di pajak lazimnya terjadi melalui tiga hal, suap, gratifikasi, dan pemerasan,” ucapnya.

Kendati begitu, Sri Mulyani berkomitmen akan terus menjaga keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas. Dia pun mengajak masyarakat untuk sama-sama mengawasi kinerja lembaga yang dipimpinnya.

“Ayooo! Awasi, laporkan dan proses hukum mereka yang korupsi dan nyeleweng! Kita bersihkan yang kotor! Dukung dan hargai mereka yang kerja baik, benar dan bersih,” ucap Menkeu di akun instagramnya pada 25 Februari 2023.