JAKARTA - Pegiat Twitter Dandhy Laksono bersuara keras di media sosial pasca DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada 6 Desember lalu. Muncul rasa heran, mengapa setiap produk undang-undang yang diterbitkan DPR selalu menuai polemik.
“Dari UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU KPK, RUU Kesehatan, UU IKN, sampai kini RKUHP, semua menyulut masalah. Tapi UU Kepolisian dibiarkan. Mungkin saatnya tekanan publik tak hanya ke RUUnya, tapi sistem politik yang membuat DPR dan Istana diisi politikus yang produknya sekacau ini,” cuit Dandhy pada 6 Desember 2022.
Masyarakat yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan Wakil Presiden bisa dipidana. Begitupun tindakan penghinaan terhadap pemerintah sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat berpotensi terkena pidana penjara paling lama 3 tahun.
Di sisi lain, hukuman minimal koruptor malah diturunkan. Pasal 603 UU KUHP menyebut, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.”
Padahal, hukuman bagi koruptor tadinya paling singkat penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta dalam UU Nomor 20/2001.
“Dan di negara yang sok Pancasila dan diklaim sebagai KUHP pertama pasca-kolonialisme Belanda ini, hukuman MINIMAL untuk koruptor malah dikurangi dari 4 tahun menjadi hanya 2 tahun. Munafik. Hipokrit,” cuit Dandhy di akun @Dandhy_Laksono pada 7 Desember 2022.
Selain itu, Dandhy juga menyoroti Pasal 188 ayat 1 mengenai larangan penyebaran paham selain Pancasila.
“Salah satu pasal di KUHP baru tentang larangan menyebarkan paham SELAIN Pancasila. Tapi hanya menyebut KOMUNISME. Tak menyebut KAPITALISME. Ideologi yang juga bertentangan dengan Pancasila, tapi dianut, diamalkan, disembah dan menjadi landasan ekonomi NKRI. Munafik. Hipokrit,” Dandhy melanjutkan twitnya.
Tak hanya Dandhy, pegiat Twitter lainnya, Evi Mariani juga menyoroti pasal kontroversial UU KUHP, khususnya Pasal 263 tentang berita bohong. Menurut dia, pasal ini tampak sewenang-wenang, apa indikator suatu berita bisa disebut sebagai berita bohong. Tak ada penjelasannya dalam UU KUHP.
“Pasal berita bohong di KUHP baru mencemaskan jurnalis. Tentu bujer akan bilang: makanya jgn bikin berita bohong, gitu aja susah. Masalahnya, yg menentukan berita itu bohong, atau 'patut diduga' bohong, siapa? Cek tweet saya selanjutnya utk membuktikan definisinya bisa sewenang2,” cuit Evi di akun @evimsofian pada 6 Desember 2022.
Hasil Monitoring
Cuitan Dandhy dan Evi pada 6 Desember masuk dalam monitoring Netray sebagai twit bersentimen negatif dalam topik pengesahan RUU KUHP.
Dengan menggunakan kata kunci RKUHP, KUHP, dan RUUKUHP selama periode 6-7 Desember 2022, Netray menemukan sebanyak 26,8 ribu twit dari 11.249 akun yang membahas topik pengesahan RUU KUHP. Perbincangan didominasi oleh sentimen negatif dengan 11.758 twit.
Hanya 4.966 twit yang bersentimen positif. Antara lain yang dicuitkan oleh Muklis di akun @tvindonesia wkwk, “Kalian tau ga kalo RKUHP udah disahkan? Gabole lagi kritik pemerintah ya sayang. Pemerintah hebat, pemerintah sangat berjasa kepada masyarakat banyak, pemerintah tidak memikirkan kantongnya sendiri, pemerintah adalah yang terbaik, aku sangat cinta pemerintah.”
Begitu juga di Instagram, topik pengesahan RUU KUHP juga memperoleh perhatian para pegiat Instagram. Dari hasil monitoring Netray menggunakan kata kunci yang sama, ditemukan 893 unggahan yang meraih reaksi warganet sebanyak 281,3 ribu kali. Menjangkau kurang lebih 37,2 juta akun yang terpantau membahas topik tersebut.
Selama periode pantauan 6-7 Desember 2022, tampak 3 akun terpopuler bersentimen negatif. Akun pertama, @faktanyagoogle yang menyoroti pasal 331 tentang kenakalan dan pasal 265 tentang orang yang menganggu ketenteraman umum seperti tetangga berisik di malam hari hingga memberi tanda larangan palsu. Jika melanggar dua pasal tersebut dipidana denda kategori II atau sebanyak Rp10 juta.
Akun kedua yang banyak meraih komentar dan suka dari pegiat Instagram berasal dari media @detikcom yang menekankan pemberitaan pada pasal 473 tentang tindakan perkosaan. Unggahan ini menekankan bahwa oral seks yang dilakukan dengan paksaan dan kekerasan bisa terkena delik pidana dan dipenjara selama 12 tahun.
Akun ketiga terpopuler, @ahquote yang menampilkan judul ‘RKHUP: Pacaran Bisa Dipenjara’. Dalam caption, akun ini menekankan pada pasal 417 soal perzinaan bahwa orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.
Sementara, akun personal yang cukup banyak mendapat impresi pegiat Instagram datang dari akun @kendraparamita. Ia menyampaikan kritik terhadap KUHP melalui sebuah ilustrasi kitab RUU KUHP dengan caption yang lugas ‘Tancap gas di Tengah Kritik'.
“Sosiolog Ariel Heryanto melalui akun Instagramnya @arielheryanto juga mengungkapkan sindirannya kepada pemerintah Indonesia seperti yang tercantum pada gambar yang bertuliskan ‘Kalau gak suka RKUHP silahkan gugat ke MA. Gak usah demo. Kalau rindu zaman kolonial bikin aja VOC lagi. Gak usah bajak reformasi’,” tulis Netray dalam laporannya pada 13 Desember lalu.
Tak hanya warga negara Indonesia, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Y Kim juga turut mengkritik KUHP dapat berdampak negatif bagi iklim investasi Indonesia karena terlalu mengurusi ranah privat warganya dalam akun @pinterpolitik.
Dubes AS juga meminta Indonesia menghormati kaum LGBT. Ini yang membuat Anwar Abbas (Wakil Ketua Umum MUI) bereaksi keras, pendapat Sung Y Kim terdengar sangat tendensius dan bernada mengancam karena dalam pernyataan terlihat pemerintah AS ingin memaksa dan mendesak bangsa indonesia agar mentolerir praktek LGBT dan kumpul kebo. Seperti yang ditampilkan oleh akun @totalpolitik dengan 39 komen dan 847 likes.
“Dengan teknologi informasi seperti zaman sekarang, keberadaan UU ini dinilai mengancam kebebasan berekspresi rakyat Indonesia hingga warga negara asing. UU ini dianggap akan membahayakan demokrasi dan menjadikan pemerintah Indonesia menjadi otoriter,” Netray menutup laporannya.