Polemik Alih Fungsi SDN Pondok Cina 1 Menjadi Masjid: Slogan Depok Kota Ramah Anak Hanya Omong Kosong
Hingga saat ini, masih ada 180 murid SDN Pondok Cina 1 yang memilih bertahan. (VOI/Wahyu Arif Hidayat)

Bagikan:

JAKARTA - Hingga saat ini, Roro (35) tidak memahami alasan Pemkot Depok ingin mengalihfungsikan SDN Pondok Cina 1 yang berlokasi di Jalan Margonda Raya menjadi Masjid Raya. Bila memang sudah direncanakan sejak lama, mengapa Pemkot Depok tidak bijak dengan menyediakan terlebih dahulu pengganti sekolah.

“Yang terjadi, justru kita harus menumpang di beberapa SDN lain, Pondok Cina 3 dan Pondok Cina 5. Kondisi bangunan di sekolah tumpangan juga terkesan dipaksakan, tidak siap,” kata Roro saat ditemui VOI di SDN Pondok Cina 1, Senin (12/12).

Misalnya, lanjut Roro, di SDN Pondok Cina 5. Para guru pindahan dari SDN Pondok Cina 1 mendapatkan ruangan kecil yang sebelumnya digunakan untuk gudang. Kabarnya, karena ruangan guru yang tersedia sudah tidak mencukupi.

“Ya memang tidak masalah. Namun, tolong dong, bacaan yang tertempel di depan ruangan, ‘R. Gudang’ dicopot dulu. Saya sebagai orangtua murid tentu sedih. Guru Pocin 1 yang sebelumnya punya ruangan yang lebih nyaman, harus ngungsi ke tempat yang lebih kecil,” kata ibu 2 anak ini.

Ketika ditanyakan apakah ada bukti dari pernyataan tersebut, Roro bilang, “Saya punya bukti videonya, nanti saya share,” tambah Roro.

Sejumlah relawan masih membantu proses belajar mengajar murid SDN Pondok Cina 1 yang memilih bertahan. (VOI/Wahyu Arif Hidayat)

Ketidaksiapan lainnya, sejumlah siswa dari Pondok Cina 1 juga harus masuk siang karena keterbatasan ruangan kelas di SDN Pondok Cina 5. Terkait ini, Roro sudah mengajak kedua anaknya yang saat ini terdaftar sebagai murid kelas 3 dan kelas 5 SDN Pondok Cina 1 bersekolah ke tempat baru.

“Anak saya bilang tidak mau, ngantuk kalau belajar siang. Saya juga sudah coba menenangkan. ‘Kakak lihat sendiri ruang kelasnya seperti apa, teman kamu sudah ada di sini. Guru kamu juga sudah di sini’ tapi tetap anak saya ngotot, tidak mau pindah. Saya tanyakan ini langsung di depan beberapa guru dan Korlas, mereka jelas mendengar langsung ucapan anak saya,” ungkap Roro.

“Tapi, saya yang dibully. ‘Kalau jadi orangtua itu harus bijak, jadi orangtua itu harus demokratis,’ kata mereka. Emang dia tidur bareng saya makanya tahu, enggak kan. Justru, yang saya ucapkan itu adalah bentuk demokratis saya ke anak-anak saya,” sahutnya.

Kondisi tersebut, menurut Roro, sudah diutarakan oleh para orangtua murid ketika bertemu dengan perwakilan dari Dinas Pendidikan Depok. Sayangnya, tanggapannya kurang relevan.

“Kalau memang rencananya sudah lama, kenapa enggak disiapin dahulu gedung penggantinya. Kalau memang tidak ada anggaran, kenapa Pemkot lebih memilih bongkar pasang pembatas jalan dan membuat trotoar di Jalan Margonda. Kenapa lebih mementingkan membangun masjid, masjid sudah banyak kok di sekitar Pondok Cina. Harusnya logikanya dipakai ke situ,” tutur Roro.

“Terus alasannya kalau nyeberang jalan takut ada kecelakaan. Kalau memang itu masalahnya, bikin aja JPO (Jembatan Penyeberangan Orang). Ini sekolah sudah dari tahun 1979. Kalau memang ada kecelakaan, tolong liatkan datanya, berapa banyak siswa Pondok Cina 1 yang mengalami kecelakaan tertabrak kendaraan karena keluar-keluar sekolah. Jadi, apa urgensinya sampai harus memaksakan kehendak,” Roro mengungkapkan.

Tak Ramah Anak

Dari polemik tersebut terlihat jelas, Kota Depok sebagai ‘Kota Ramah Anak’ hanya omong kosong. Dinas Pendidikan Kota Depok ternyata tak mengacuhkan para peserta didik yang bertahan dengan menarik semua guru untuk segera pindah ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5.

“Untung saja masih banyak relawan yang mau turun tangan membantu proses belajar-mengajar di kelas. Ini terjadi sejak pertengahan November. Mereka mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Jadi, tidak mengubah materi,” tuturnya.

Bahkan, tak hanya itu. Pemkot Depok bahkan sudah memerintahkan Satpol PP melaksanakan kegiatan pengamanan, pemusnahan bangunan aset SDN Pondok Cina 1 pada 11 Desember lalu.

Seperti yang diutarakan Kepala Satpol PP Kota Depok Lienda Ratnanurdianny.

 “Pelaksanaan kegiatan pengamanan ini merupakan tindak lanjut surat Wali Kota Depok tertanggal 9 Juni 2022 yang menyebut aset SDN Pondok Cina 1 harus dikosongkan. Sebab, peruntukkan lahan sudah beralih dari pendidikan menjadi masjid,” ujarnya.

Sejumlah orangtua murid SDN Pondok Cina 1 menghalau upaya Satpol PP Kota Depok yang akan melakukan kegiatan pengamanan, pemusnahan bangunan aset pada 11 Desember lalu. (Istimewa)

Sejumlah orangtua murid SDN Pondok Cina 1 bersama tim pengacara sempat bersitegang dengan Satpol PP hingga akhirnya kegiatan pengamanan dibatalkan. Satpol PP mengedepankan pendekatan persuasif guna menjaga suasana kondusif di SDN Pondok Cina 1.

“Kami mengakomodir permintaan mereka untuk berdialog. Tentang waktu pelaksanaannya, mereka (orangtua murid) akan berembug terlebih dahulu. Kalau kami siap saja,” ucap Lienda kepada wartawan.

Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Depok Wahid Suryono pun menganggap Pemkot Depok tetap memberikan pelayanan terbaik terhadap peserta didik di SDN Pondok Cina 1. Memfasilitasi mereka agar tetap bisa mengikuti ujian akhir sekolah dan memberikan rapor.

"Tidak ada penelantaran murid SDN Pondok Cina 1. Bagaimanapun, tidak mungkin kebijakan ini bisa memuaskan semua pihak dan kami buka ruang itu," kata Wahid dalam keterangannya.

Tunda Hingga Tahun Ajaran Baru

Hingga saat ini, masih ada 180 murid SDN Pondok Cina 1 yang memilih bertahan. Ketua Front Pembela Merah Putih (FPMP) Yudi Herawan menengarai polemik tersebut terjadi karena ketidaktegasan pemerintah dalam menyampaikan sosialisasi perpindahan sekolah kepada orangtua murid.

“Sebab, penggabungan sekolah sebenarnya sudah sering dilakukan sebelumnya dan tidak pernah ada masalah. Yang terjadi saat ini, hemat kami, banyak orangtua murid yang masih bingung apakah SDN Pondok Cina 1 akan relokasi, merger, atau penutupan. Ini 3 istilah yang berbeda,” kata Yudi kepada VOI, Senin (12/12).

Kalau memang relokasi, SDN Pondok Cina 1 akan tetap ada dan hanya berpindah lokasi tetapi tidak gabung dengan sekolah lain. Sedangkan merger, lanjut Yudi, adalah penggabungan satu sekolah dengan sekolah yang lain.

Merger dilakukan ketika jumlah peserta didik suatu sekolah berkurang dan harus digabung dengan sekolah lain dengan menyesuaikan kapasitas gedung sekolah. Sedangkan penutupan, sekolah benar-benar ditutup. Peserta didik dipindahkan ke sekolah lain.

“Kalau saat ini, murid SDN Pondok Cina 1 yang jumlah muridnya bisa 360 orang dipindahkan ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5, apa namanya. Mau ditutup atau dimerger? Saya belum mengetahui keputusannya,” tuturnya.

“Jadi memang faktanya ada ketergesa-gesaan atau sekurang-kurangnya kesan ketergesa-gesa yang dirasakan oleh orangtua peserta didik SDN Pondok Cina 1,” Yudi menambahkan.

Pemerintah harus mampu mencari upaya penyelesaian terbaik mengenai polemik alih fungsi SDN Pondok Cina 1 menjadi masjid agar tidak mengganggu psikologis para peserta didik. (VOI/Wahyu Arif Hidayat)

Atas dasar itulah, FPMP mendesak Wali Kota Depok Mohammad Idris mengevaluasi kinerja Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Wijayanto dengan memperhatikan asas kondusifitas, stabilitas, dan kepatutan.

“Kami mendesak Pemkot Depok mengkaji ulang keputusan-keputusan yang diambil atas permasalahan ini,” ucap Yudi.

FPMP juga meminta Pemkot Depok menunda rencana memindahkan aktivitas pendidikan di SDN Pondok Cina 1 hingga tahun pelajaran baru 2023/2024 pada Juli 2023.

“Kelas 6 sebentar lagi mau ujian kelulusan. Tanggung, mengapa tidak ditunda saja hingga Juli. Jadi Pemkot punya waktu membuat persiapan matang, kalau memang ruang kelas belum siap, segera bangun ruang kelas baru saat belum ada aktivitas belajar-mengajar,” tuturnya.

Apapun yang akan dibangun nantinya, fokus permasalahan saat ini adalah menyangkut peserta didik. Sebagai Kota Ramah Anak, sudah sepantasnya para peserta didik SDN Pondok Cina 1 merasakan keramahan pemerintah kotanya.

“Kepentingan peserta didik untuk memperoleh hak-hak pendidikannya harus menjadi fokus utama kita, baik pemerintah, warga sekolah, maupun para pihak pemangku kepentingan pendidikan lainnya,” tuturnya.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun menyatakan akan menunda pencairan dana untuk pembangunan masjid di area tersebut.

“Karena lahannya masih berdinamika, ya sudah saya kirim surat, dananya ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan, sampai itu selesai secara baik-baik,” ucapnya kepada awak media.

“Tolong Pak Wali Kota dikedepankan musyawarah. Tidak ada menang kalah, semua harus win win solution,” Kang Emil menandaskan.