JAKARTA - Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong sampai terjatuh karena tidak bisa menjangkau bola operan Edo Febriansyah yang terlalu melebar. Dia langsung memberikan hukuman berupa tendangan pelan ke bagian belakang tubuh pemain bek kiri asal Kediri, Jawa Timur tersebut.
Itu terlihat dalam sesi latihan hari kedua pemusatan latihan Timnas Indonesia jelang FIFA Matchday di Stadion Gelora Trisakti, Kuta, Bali pada 21 Januari 2022 yang diposting YouTube PSSI.
Shin Tae-yong tak menampik, kemampuan passing Timnas menjadi aspek yang masih harus terus dibenahi. Dia bahkan sempat memberikan contoh cara menahan bola dan gerakan tubuh saat melakukan operan pada sesi latihan di Lapangan ABC Senayan, Jakarta pada 9 November 2021.
“Passing yang benar dulu, baru lari, satu sentuh lagi. Ankle-nya dikunci, harus ngunci terus ankle-nya,” kata Shin Tae-yong seperti ditirukan penerjemahnya.
Usai Timnas Indonesia kalah 0-1 dari Afganistan dalam laga uji coba di Stadion Gloria, Antalya, Turki pada 16 November 2021, dia kembali mengungkap hal sama.
"Hal yang harus diperbaiki adalah mengurangi kesalahan passing. Kemasukan gol pun karena berawal dari kesalahan tersebut," kata Shin Tae-yong dilansir dari Kompas.com.
Saat ini, Shin Tae-yong tengah mempersiapkan Timnas U-19 yang akan menuju Kualifikasi Piala Asia U-20 2023 pada 14-18 September 2022. Tidak sekadar teknik passing, dia pun memberi catatan untuk para pemainnya agar tidak hanya fokus pada bola. Semua harus bisa membaca situasi di lapangan, kapan harus bergerak mencari ruang, kapan harus defense.
“Jangan ada bola baru mau lari. Saat bola tidak ada, kalian tidak pikirkan. Harus terus berpikir, harus bisa mengambil keputusan,” ucap pelatih berusia 51 tahun itu.
Selain teknik, cara mengelola emosi juga menjadi perhatian karena para pemain U-19 tengah memasuki masa peralihan remaja ke dewasa. Shin Tae-yong tak ingin ada keputusan merugikan hanya karena emosional. Sepakbola adalah permainan tim.
“Kita harus sama-sama menghargai,” ucapnya.
Catatan Asisten Pelatih
Nova Arianto, asisten pelatih Shin Tae-yong sempat memberi beberapa catatan dan masukan sebagai hal yang perlu ditingkatkan dalam pembinaan usia dini:
- Komunikasi
Pemain yg melakukan passingke pemain lain harus melakukan komunikasi agar disaat free pemain bisa balik badan dan melakukan distribusi bola kedepan
- Movement
Pemain tanpa bola harus dibiasakan untuk selalu bergerak untuk mencari ruang untuk bisa menjadi opsi passing pemain yang pegang bola
- Lihat situasi (Scanning)
Biasakan sebelum terima bola cek posisi lawan berada dimana sehingga pemain bisa cepat mengambil keputusan yang tepat
- Kualitas passing
Kualitas passing harus diperhatikan impactbola dan timming kapan untuk melakukan passing
- Kualitas kontrol (First Touch)
Setelah melihat situasi disaat kontrol bola harus bisa menguasai bola untuk cepat melakukan passing selanjutnya
- Pass move
Setelah passing pemain harus dibiasakan bergerak untuk membantu dan meminta bola kembali karena kebiasaan pemain kita setelah passingmenganggap tugasnya sudah selesai
- Mental
Membiasakan pemain untuk percaya diri dengan kemampuannya sendiri dan mau kerja keras di latihan dan pertandingan.
“Ini yg kami rasa kurang di Tim Nasional saat ini dari Timnas U 19 sampai di Timnas senior. Untuk memperbaiki, kita harus memulainya dari sepak bola usia dini karena sebelum mereka belajar taktik ada baiknya mereka dibekali teknik dan skill individu yang baik,” katanya.
“Semua menjadi tugas bersama karena kita semua ingin sepak bola Indonesia bisa terus berkembang dan berprestasi,” Nova Arianto menambahkan dalam postingan di akun instagramnya pada 18 Juli 2022.
Intelegensi
Catatan pelatih dan asistennya tersebut tentu menimbulkan beragam pertanyaan terkait kualitas para pemain Timnas Indonesia. Bagaimana mungkin pemain yang belum bisa passing dengan baik bisa terpilih masuk Timnas? Apakah karena tidak ada pilihan?
Menurut Pendiri SSB Sukmajaya sekaligus pengamat sepak bola Nasional, Supartono JW, permasalahan utama terletak dari sistem pembinaan awal yang buruk. Sejatinya, sepak bola tidak melulu menyoal teknik. Hal paling mendasar yang harus dikembangkan adalah intelegensi.
Tanpa intelegensi atau kecerdasan, bagaimana mungkin pemain bisa memiliki kepribadian, mental, dan teknik yang baik. Orang yang cerdas saja terkadang masih gagal mengendalikan mental dan emosi, bagaimana dengan pemain yang kecerdasannya tidak terasah dengan baik.
“Sudah pelatihan teknik dan fisik selama ini tidak benar, otak sebagai pondasi kecerdasan untuk mengatasi persoalan teknik, fisik, dan mental, tidak tergarap, ya itulah realitasnya,” kata Supartono kepada VOI, Jumat (3/9).
Itulah mengapa, memajukan sepak bola Indonesia harus dimulai dari dasar. Sudah saatnya sepak bola akar rumput ditangani dengan benar dari berbagai segi. Termasuk dari sisi pembinaan yang semestinya dilakukan oleh pelatih atau guru yang memenuhi standar mendidik anak-anak usia dini.
“Bagaimanapun, pembinaan sepak bola di usia dini harus tetap memperhatikan juga asupan pendidikan yang benar sehingga kemampuan daya pikirnya akan terasah,” Supartono menandaskan.
Melansir Tribunnews, Akademi klub Barcelona ‘La Masia’ yang kerap disebut salah satu akademi sepak bola terbaik di dunia saja hanya memberi porsi waktu 1 jam 45 menit per hari bagi muridnya berlatih sepak bola. Ini jauh lebih singkat ketimbang waktu belajar di sekolah selama 6 jam.
Sampai pemain berusia 16 tahun, mereka tidak pernah menjalani latihan kebugaran. Cukup berlatih dengan bola. Setelah lewat 16 tahun, barulah diperkenalkan sedikit demi sedikit dengan latihan kebugaran, seperti fitness dan aerobik, meski tetap disatukan latihan dengan bola.
Lewat proses tersebut lahir sederet nama besar di dunia sepak bola dengan tingkat intelegensi di atas rata-rata, seperti Messi, Xavi Hernandes, Andreas Iniesta, dan Sergio Busquest.
Para jebolan La Masia tersebut bahkan bisa membawa Barcelona ke puncak kejayaan.
Sir Alex Ferguson saja mengakui, "Mereka merupakan tim terbaik yang pernah kami [MU] hadapi pada masa saya sebagai manajer. Tidak ada tim yang bisa membuat kami kesulitan seperti itu. Ini momen luar biasa bagi mereka. Mereka layak menang sebab mereka bermain dengan tepat dan menikmati sepak bola."