Memahami Mitos Saham IPO Selalu Melambung Tinggi
Layar tampilan pergerakan bursa saham di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Perlu ketelitian sebelum memutuskan memberi saham IPO. (ANTARA/Reno Esnir)

Bagikan:

JAKARTA - Ada kepercayaan dari para investor, bahwa saham emiten yang baru masuk bursa akan langsung melambung tinggi. Hal ini membuat saham-saham Initial Public Offering (IPO) menjadi incaran para investor. Padahal ada saham yang langsung turun di bawah harga perdananya, seperti saham Bukalapak (BUKA) yang sudah merosot 68,47 persen sejak IPO.

Antrean calon emiten yang akan masuk ke bursa saham telah panjang. Menurut data Bursa Efek Indonesia, hingga pekan kedua Maret 2022 sudah ada 23 perusahaan yang mengantre untuk melepaskan sahamnya ke publik.

IPO adalah proses penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada investor. Dapat dikatakan bahwa inilah awal perusahaan resmi melantai di pasar modal.

Harga saham sebelum IPO umumnya lebih rendah dari yang ditawarkan setelahnya, yang disebut dengan underpricing. Hal ini yang membuat sebuah emiten menjadi incaran sejumlah investor, terutama jika investor utamanya adalah tokoh atau sebuah korporasi besar.

Saham IPO umumnya ditawarkan ketika kondisi pasar sedang tren naik atau bullish. Ada kemungkinan investor memperoleh cuan sebesar 10 hingga 30 persen pada hari pertama pembukaan perdagangan.

PT Gojek Tokopedia (GoTo) akan mulai listing di bursa saham pada 11 April 2022. (GoTo)

Dari saham-saham baru di bursa yang masuk awal 2022, hanya sebagian kecil yang turun di bawah harga perdana. Tetapi ada saham langsung turun saat debutnya di bursa.

Saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk, misalnya, terus bersinar sejak pertama masuk bursa. Adaro Minerals mencatatkan saham perdana pada 3 Januari 2022 dan hingga 28 Maret lalu naik 1.595 persen menjadi Rp 1.695 per saham.

Selain itu, harga saham PT Net Visi Media Tbk juga sudah naik 72,29 persen dari harga awalnya. Saham PT Semacom Integrated Tbk naik 39,88 persen sejak tercatat pada 10 Januari lalu.

Dengan membeli saham IPO, investor berpotensi memperoleh cuan yang maksimal. Alasanya harga saham IPO terbentuk dengan stabil sehingga sangat memungkinkan mencapai  Auto Reject Atas (ARA), atau harga saham tertinggi dan menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi investornya. 

Sebelum membeli saham IPO, penting untuk mengetahui tujuan pelepasan saham tersebut kepada publik. Ada emiten yang melepas sahamnya ke publik untuk ekspansi usaha, ada pula dengan tujuan untuk membayar utang. Investor tinggal memilih saja.

Keuntungan Membeli Saham IPO

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dari pembelian saham IPO.

Pertama, potensi keuntungan investor di hari perdana. Pergerakan saham IPO di hari awal ketika pencatatan perdana atau listing di bursa berpotensi meningkat signifikan. Seperti diketahui bahwa batas auto reject atau ARA dari saham IPO bisa mencapai 2 kali lipat kali dari batas auto reject normal. Karenanya, potensi keuntungannya juga cukup tinggi. 

Umumnya investor yang memiliki saham IPO akan menahan selama beberapa hari saja, karena potensi harga yang cenderung melejit dalam waktu singkat selama listing di bursa. Ketika telah naik tinggi sebaiknya investor menjualnya.

Perlu dicatat bahwa potensi keuntungan ini masih merupakan kemungkinan. Hal ini bukanlah suatu kepastian bahwa saham IPO akan naik hingga ARA pada hari pertama listing di bursa.

Ilustrasi trading saham. (Unsplash)

Kedua, harga saham telah ditetapkan. Ketika investor membeli saham di IPO maka harga telah ditetapkan. Oleh karena itu pada hari pertama listing tidak perlu lagi membeli saham dengan harga sudah naik.

Ketiga, potensi mendapatkan perusahaan dengan fundamental yang baik. Investor berkesempatan mendapatkan emiten yang memiliki fundamental perusahaan yang baik, dengan bisnis yang bersifat jangka panjang. Nantinya harga sahamnya bisa naik berkali-kali lipat dari harga penawaran pertama. 

Keempat, saham dapat dijual dengan cepat. Saham IPO yang dimiliki oleh investor dapat dijual kapan saja. Ketika LinkedIn melakukan pencatatan perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI), nilainya melejit dari 45 dolar AS menjadi 94,25 dolar AS pada hari yang sama. Hanya dalam waktu satu hari, investor bisa menjual saham IPO dan mendapatkan keuntungan dua kali lipatnya. 

Investor Pemula

Sangat penting bagi investor pemula untuk menyeleksi saham IPO apa yang akan dibeli. Parameter yang umum adalah kinerja keuangan emiten tersebut. Kemudian membaca prospectus yang disediakan calon emiten tersebut. Biasanya sekuritas yang menjadi penjamin menyediakan paparan lebih singkat dan mudah dipahami. Jika ada waktu ikuti paparan publiknya secara daring.

Pahami saham, tentunya dengan mempelajari dan memahami saham dan bagaimana mekanisme saham tersebut dapat dijalankan.

Pilih perusahaan sekuritas, tentukan perusahaan sekuritas yang akan membantu Anda untuk menjadi perantara ketika berinvestasi saham. Tentukan perusahaan sekuritas yang terpecaya.

Perusahaan sekuritas memiliki peran sebagai perantara untuk Anda melakukan jual beli saham, dan akan membantu dalam pembukaan rekening saham di BEI.

Kelemahan Saham IPO

Persaingan untuk mendapatkan saham IPO cukup ketat, jika saham tersebut sangat diminati para calon investor maka akan ada sistem penjatahan saham perdana. Investor  kemungkinan hanya akan mendapat penjatahan sebesar 10 persen dari pesanan.

Risikonya, dana yang tersisa pun harus direlakan menginap beberapa hari di sekuritas sebelum dikembalikan hal ini menjadi kekurangan IPO.

Gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta. (Wikipedia)

Hal lain adalah saham emiten yang akan IPO kadang belum memiliki jejak bisnis yang panjang, karena usia perusahaanya masih di bawah 10 tahun.

Contohnya, perusahaan properti baru yang akan melepas sahamnya ke publik dan merencanakan dana segar dari IPO akan digunakan untuk pengembangan. Ternyata pasar properti belum tumbuh karena pandemi, mengakibatkan harga sahamnya terus anjlok hingga Rp50 per saham

Sebaiknya perlu kejelian sebelum memilih saham IPO. Mitos saham IPO akan terbang tinggi juga perlu ditelisik lebih dalam, karena kondisinya tidak selalu seperti itu. Perlu kejelian, kesabaran, dan kematangan agar tidak salah dalam berinvestasi.