Pemerintah Harus Lebih Serius Dorong Industri Daur Ulang, Agar Sampah Plastik Indonesia Tak Semakin Menggila
Ilustrasi. Keuntungan lingkungan dan ekonomi yang didapatkan lebih banyak jika daur ulang sampah plastik dimaksimalkan. (Foto: Sherly/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Menurut Estimasi Indonesia National Plastic Association, setiap tahun, Indonesia menghasilkan sampah plastik sebanyak 6,8 juta ton. Dari jumlah ini, 9 persen atau sekitar 620.000 ton masuk ke sungai, danau, dan laut. Hasil penelitian LIPI (2019) menunjukkan bahwa di Teluk Jakarta, dari 8,32 ton sampah yang masuk setiap hari, 59 persen berupa sampah plastik.

Penelitian berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean (2015) menyebutkan, berdasarkan analisis data per 2010 dan proyeksi pada 2025, Indonesia berkontribusi terhadap 10 persen sampah plastik di lautan sedunia.

Dari data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menyebutkan penggunaan kantong belanja plastik sekali pakai di DKI Jakarta turun 82 persen setelah pemberlakuan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Angka tersebut diperoleh berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya dengan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) pada Desember 2020, yang terus melakukan pengawasan di tiga lokasi, yaitu di pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat. Mereka sedang mengupayakan terus berkoordinasi dengan PD Pasar Jaya untuk terus mendorong agar Pergub Nomor 142 Tahun 2019 bisa diterapkan dengan baik di pasar.

Dikutip dari Jakarta.go.id. Kepala Seksi Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rahmawati mengakui, bahwa mengatasi masalah sampah plastik adalah jalan panjang, tapi berharap bahwa peraturan ini dapat menimbulkan multiplier effect, di mana masyarakat akan terdorong untuk mengurangi konsumsi produk berbahan plastik lainnya seperti styrofoam, air mineral kemasan dan sedotan plastik. Survey Dinas lingkungan hidup dan GIDKP memperkirakan warga rata-rata menggunakan 5,2 hingga 6,5 ton kantong per hari.

Indonesia merupakan penyumbang 10 persen sampah plastik di lautan seluruh dunia. (Foto: Pixabay)

Menurut Survey Dinas lingkungan Hidup dan GIDKP memperkirakan warga rata-rata menggunakan 5,2 hingga 6,5 ton kantong per hari , walau begitu porsi penggunaan kantong plastik ternyata cukup kecil jika dibandingkan dengan total keseluruhan sampah plastik yang mencakup botol, gelas, kemasan plastik dan sejenisnya.

Angka ini hanya menghitung pemakaian kresek di segmen retail dan pasar saja, belum termasuk grosir, kemasan, bungkus antar makanan, apotek, toko khusus, dan lainnya, sehingga angka total diperkirakan lebih besar. Tapi jika dibandingkan dengan sampah plastik yang dihasilkan Jakarta, konsumsi kantong plastik ini jumlahnya hanya 1 persen dari total sampah plastik yang diperkirakan bisa mencapai sebesar 978 ton per hari.

Sejumlah pertanyaan kemudian muncul: seberapa besar perang terhadap kantong plastik bisa mengatasi masalah keseluruhan? Apakah fokus pemerintah dan masyarakat pada kantung plastik salah sasaran?

Edukasi Larangan Penggunaan Kantong Plastik

Edukasi larangan kantong plastik perlu dilakukan agar konsumen memahami kenapa tidak perlu menggunakannya. Sayangnya, sosialisasi pun kurang dilakukan baik itu dari pemerintah dan pelaku usaha. Apalagi, belanja kantong plastik kresek sekali pakai telah menjadi kebiasaan banyak orang Indonesia bertahun-tahun. Jadi, tidak bisa seketika beralih tanpa pakai plastik ketika belanja ke pasar tradisional atau supermarket.

Plastik yang harganya murah disedikan gratis, digunakan praktis, menjadi alasan sulitnya konsumen beralih ke wadah lainnya.

Tas belanja guna ulang adalah cara ampuh mengurangi jumlah sampah plastik. (Foto: Antara)

Ada banyak daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Denpasar, Sukabumi, dan daerah lainnya sudah membuat aturan tidak menggunakan kantong plastik. Saat ini, toko dan pusat perbelanjaan kerap menawarkan wadah bisa dipakai ulang. Tempat barang belanjaannya seperti tote bag, tas berbahan kertas, tas kain, dan lainnya. Edukasi dapat berupa antara lain :   

  1. Mendorong edukasi kepada pemilik toko bisa sosialisasikan penggunaan kantong plastik. Larangan pakai kresek harus dilakukan oleh penjual kepada pembeli. Bukan hanya menyarankan pakai wadah bisa didaur ulang semata, tetapi memberi tahu bahaya penggunaannya dan alasan dilarang.
  2. Edukasi kepada pembeli itu penting. Jadi sosialisasi wadah plastik bukan hanya menyasar pedagang pasar, tetapi penting   dilakukan kepada pembeli. Misalnya, memberi tahu bisa menggunakan kantong belanja yang lebih ramah lingkungan. Sehingga, konsumen memahami kenapa tidak perlu lagi menggunakan kantong plastik lagi

Pentingnya Ekonomi Sirkular

Untuk mengatasi masalah limbah plastik, di samping pengendalian dalam penggunaannya, peningkatan praktik ekonomi sirkular menjadi solusinya. Namun, hal ini membutuhkan perbaikan sistem koleksi sampah yang langsung memisahkan jenis-jenis sampah, setidaknya antara sampah organik dan anorganik, sehingga sampah plastik lebih mudah dikoleksi.

Di samping itu dengan memperbanyak bank sampah berbasis komunitas. Dengan cara ini, pasokan sampah plastik ke industri daur ulang dapat ditingkatkan. Ekonomi sirkular terus-menerus didengungkan sebagai gerakan untuk mengatasi persoalan kerusakan lingkungan.

National Geographic melalui artikel Is A World Without Trash Possible? (18 February 2020) mengatakan, sebagai gerakan, ekonomi sirkular mengandung kumpulan strategi yang selalu berkembang. Dari strategi mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampai strategi menyewa daripada memiliki barang-barang. Tujuannya sama yaitu menghilangkan limbah sehingga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Ibu-ibu mengolah sampah plastik menjadi produk bernilai ekonomis. (Foto: istimewa)

Ekonomi sirkular termasuk konsep baru dalam ilmu ekonomi. Konsep ini merupakan pembaruan dari ekonomi hijau dan ekonomi biru. Dalam ekonomi sirkular ada tiga pemain utama, yakni produsen, konsumen, dan sektor daur ulang. Tugas produsen menentukan desain produk yang tahan lama, dapat digunakan lebih dari satu kali, diperbaiki, dijadikan kompos, serta bisa didaur ulang. Tujuannya, barang tak begitu saja berakhir di TPA.

Indonesia sebenarnya sudah menjalankan ekonomi sirkular melalui usaha daur ulang dan bank sampah. Usaha daur ulang berjalan melalui program 3R sejak 2007, diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup, masyarakat, dan produsen. Namun, memang tak mudah untuk menyosialisasikan program tersebut .

Industri Daur Ulang

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat sekitar 600 industri besar dan 700 industri kecil yang mengerjakan usaha daur ulang plastik. Nilai investasinya diperkirakan Rp 7,15 triliun. Kapasitas produksi dalam setahun mencapai 2,3 juta ton dengan nilai tambah lebih dari Rp 10 triliun per tahun.

Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) menyebutkan, 70 persen dari total produk plastik daur ulang yang diproduksi diekspor. Menurut ADUPI, pasar luar negeri lebih menjanjikan dengan harga dan apresiasi lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri

Plastik sudah dimasukkan ke dalam salah satu target penerapan ekonomi sirkular Indonesia bersama empat jenis sampah lain, yaitu makanan, tekstil, konstruksi, dan elektronik. Menurut Agenda Ekonomi Sirkular yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Ekonomi sirkular berpotensi mengurangi sampah plastik hingga 36 persen pada 2030 dibanding kondisi normal pada tahun yang sama.

Industri daur ulang sampah plastik punya peran penting mengurangi polusi. (Foto: istimewa)

Dengan memperbanyak bank sampah berbasis komunitas, pasokan sampah plastik ke industri daur ulang di harapkan dapat ditingkatkan. Jumlah bank sampah di Indonesia terus meningkat. Pada 2014, menurut BPS, baru ada 1.172 bank sampah. Pada 2018, jumlahnya meningkat lima kali lipat menjadi 7.488 unit.

Angka pertumbuhan sektor ini cukup positif selama lima tahun terakhir. Pada 2016, pertumbuhannya 4,25 persen. Kemudian, tahun 2019, angkanya menjadi 7,1 persen. Saat pandemi, lajunya menjadi 4,56 persen pada triwulan II-2020.

Konsep ekonomi dengan mengurangi limbah dan mentransformasikannya menjadi produk yang berguna akan meningkatkan perekonomian, sekaligus memperbaiki lingkungan. Hal ini sejalan dengan perubahan aktivitas masyarakat selama pandemi COVID-19.

Selama beraktivitas di rumah, limbah mengolah sampah. Mereka menjadikan pengolahan sampah sebagai aktivitas baru selama di rumah.

Pengolahan sampah bisa berupa sekadar memilah antara sampah organik dan anorganik. Kemudian materi buangan anorganik dibawa ke bank sampah untuk ditukar dengan uang. Ada juga yang mengolah sampah organik menjadi kompos.

Langkah kecil tersebut cukup positif. Selain bisa meningkatkan perekonomian rumah tangga melalui bank sampah, aksi ini juga dapat menopang pertumbuhan ekonomi.

Dalam laporan Finland’s Independence Celebration Fund (FICF) dan McKinsey (2014), dikutip dari laman Waste4change.com, ekonomi sirkular bisa menguntungkan ekonomi global hingga 1.000 miliar dollar AS setiap tahun.

Pekerjaan rumah bagi Indonesia ialah mengelola lebih lanjut ekonomi sirkular hingga meningkatkan perekonomian. Jika langkah ini berhasil, sektor pengolahan limbah akan berpotensi sebagai penopang perekonomian, baik di daerah maupun nasional.

Hal itu kian penting, terutama pada masa pandemi. Sektor pengolahan limbah cukup tangguh bertahan di tengah kontraksi perekonomian. Selain itu, ekonomi sirkular turut berperan dalam mewujudkan keberlanjutan lingkungan

Dampak Konsumsi Massal

Wihana Kirana Jaya, Guru Besar FEB UGM dalam tulisannya “Urgensi Ekonomi Sirkular “ menyebutkan salah satu produk penting dalam aktivitas sosial ekonomi dengan penggunaan yang bersifat masif dan menimbulkan masalah limbah/sampah adalah plastik. Plastik merupakan material vital dalam bisnis (grosir/ritel) dan industri karena kegunaannya yang fleksibel dan luas.

Sebagai perbandingan, kemasan plastik dengan berat 18 gram dapat membungkus 330 mililiter air, sedangkan botol kaca dengan kapasitas sama bisa berbobot hingga 250 gram. Pengiriman minuman dengan kemasan yang lebih berat, seperti botol kaca, membutuhkan energi lebih besar, menghasilkan lebih banyak karbon dioksida, dan biaya pengiriman lebih mahal.

Pengemasan dengan plastik bahkan dapat memperpanjang umur simpan (shelf life) dari makanan dan minuman karena sifat sensory plastic yang dapat melindungi dari bakteri sehingga mengurangi limbah makanan. Pada industri otomotif, komposisi material plastik mencapai 50 persen dengan berat hanya 15 persen dari bobot kendaraan sehingga dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar.

Dalam industri kesehatan terkait COVID-19, material plastik dipergunakan untuk bahan atau campuran bahan pembuatan alat-alat, seperti respirator, pelindung wajah, kacamata, pakaian hazmat, dan sarung tangan. Demikian pula pada industri elektronik, selain menjadi material campuran komponen/ rangka, dapat dikatakan semua produk elektronik membutuhkan plastik untuk kemasan bersama kardus hingga sampai ke tangan konsumen.

Konsumen UMKM, minimarket, dan supermarket, terutama ibu-ibu rumah tangga, membutuhkan tas belanja, khususnya tas plastik untuk berbelanja dan membawa belanjaannya sampai ke rumah. Tas plastik seperti ini umumnya kemudian dimanfaatkan sebagai tempat sampah.

Keuntungan lingkungan dan ekonomi yang didapatkan lebih banyak jika daur ulang sampah plastik dimaksimalkan. Pencemaran plastik, rusaknya ekosistem, dan konsumsi zat-zat berbahaya dari plastik dapat dihindarkan. Secara ekonomi, daur ulang sampah plastik juga akan menguntungkan dan berpotensi berkembang pada skala industri.