Bagikan:

JAKARTA - Setelah lebih dari setahun mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, 'terlempar' dari dunia media sosial (medsos). Keberadaannya “hilang” karena dilarang tampil dari “panggung” Twitter, Facebook, dan YouTube. Larangan itu diberlakukan setelah dia dituduh mengunggah pesan menghasut.

Pesan itu berujung pada tindak kekerasan dan serangan atas US Capitol oleh para pendukungnya pada 6 Januari 2021. Kini Trump siap-siap muncul lagi di dunia medsos. Tidak tanggung-tanggung, ia meluncurkan aplikasinya sendiri, bernama Truth Social. Muncul selentingan aplikasi Truth Social akan diluncurkan di App Store milik Apple pada Senin 21 Februari 2022.Semua orang tentu mengingat bagaimana cuitan Donald Trump yang selalu kontroversial ketika masih aktif di Media Sosial.

Dalam bukunya Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi Budi Gunawan menjelaskan posisi media sosial, khususnya di Indonesia. Buku itu berjudul Medsos di Antara Dua Kutub: Sisi Baiknya Luar Biasa, Sisi Buruknya Bisa Membuat Binasa. Kehadiran media sosial memang tidak hanya mengubah cara berinteraksi satu sama lain, tetapi juga membawa inovasi dalam dunia bisnis. Namun, di sisi lain banyak mendorong terjadi konflik di tengah masyrakat.

Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat yang bakal semakin meramaikan jagat media sosial.(Foto: Pixabay)

Data We Are Social 2021 juga menyebutkan, 96 persen pengguna telepon seluler Indonesia adalah pengguna media sosial. Jika dirinci, rata-rata lebih dari 1,3 juta pengguna baru di media sosial setiap hari sejak 2020. Angka tersebut setara dengan 155.000 pengguna baru setiap detik.

Media sosial awalnya hanya digunakan untuk memungkinkan pengguna berhubungan dengan orang lain lewat perangkat lunak dalam komunitas virtual terbatas. Namun, media sosial kemudian tidak hanya digunakan sebagai sarana komunitas virtual untuk berinteraksi semata, tetapi sudah digunakan sebagai saluran dalam bekerja. Media sosial,  baik berupa blogmicroblogging, jejaring sosial, maupun layanan berbagi media, kemudian digunakan dalam berbagai fungsi yang semakin luas.

Jumlah pengguna media sosial secara global pun terus meningkat setiap tahun. Pada Januari 2021, angkanya mencapai 4,2 miliar atau tumbuh 13,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebanyak 99,8 persen pemilik akun media sosial Indonesia aktif bermedia sosial. Maka, tidak heran jika pengguna media sosial di Indonesia rata-rata setiap hari menghabiskan 3 jam 14 menit untuk berinteraksi di media sosial. Durasi itu di atas rata-rata dunia yang hanya 2 jam 25 menit.

Salah satu dampak pemanfaatan teknologi internet dalam aktivitas komunikasi manusia adalah munculnya berbagai macam platform media sosial. We Are Social mencatat jumlah pengguna media sosial secara global terus meningkat setiap tahun. Pada Januari 2021, angkanya mencapai 4,2 miliar atau tumbuh 13,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Mendatangkan Keuntungan

Penggunaan media sosial dalam berbagai fungsi yang kian luas pada waktu bersamaan mendatangkan keuntungan bagi pemilik platform lewat pendapatan iklan, di sisi lain menguntungkan pengguna dalam berbagai peran, pekerjaan, dan bisnis yang dijalankan.

Jenis-jenis media sosial yang bertebaran saat ini. (Foto: Unsplash)

Layanan berbagi media, seperti YouTube ataupun Soundcloud, Instagram, Flikr, dan TikTok, juga kian berkembang. Media sosial jenis ini memiliki fokus utama untuk berbagi konten media, seperti foto, audio, atau video. Pebisnis banyak menggunakan media sosial jenis ini untuk berbagi konten-konten yang kuat secara visual, seperti foto produk, kegiatan merek, dan konten seperti infografik atau video.

Betapapun, peran media sosial dalam dunia bisnis di Indonesia dinilai masih akan bertumbuh dan menjanjikan. Kondisi ini didukung  makin tingginya animo masyarakat menggunakan media sosial.

Mendorong Konflik

Kehadiran media sosial ternyata juga berdampak buruk, baik di tingkat individu maupun bangsa. Mulai dari dampak psikologis hingga dampak konflik yang memakan korban. Beragam rayuan gombal, penipuan bisnis, hingga fake newshoax, dan hate speech yang mampu memecah belah bangsa memenuhi konten di media sosial.

Dalam bukunya, Budi Gunawan memberi contoh fenomena angka perceraian di Bengkulu Selatan pada 2018 tembus 447 kasus. Pemicu perceraian sebagian besar karena media sosial. Status dan komentar romantis, komunikasi sembunyi-sembunyi menjadi pemicu kecemburuan, pertengkaran, dan berujung perceraian. Tren serupa terjadi di Bandung, di mana selama tahun 2018 tercatat ada 4.808 perceraian dan 2.048 di antaranya terjadi akibat aktivitas di media sosial.

Ilustrasi media sosial. (Foto: businessinsider.com)

Penggunaan Twitter tidak hanya untuk berbagi informasi, tetapi telah lama dipergunakan juga sebagai saluran pengumpulan pendapat massa dengan tagar. Akibatnya, propaganda berupa hoaks, fake newshate speech berkembang di sejumlah negara dan bisa mengancam kedaulatan negara.

Secara garis besar, hampir semua konflik bisa terjadi karena media sosial, langsung ataupun tidak langsung. Kemampuan manajemen konflik menjadi dasar supaya konflik akibat media sosial dapat diselesaikan. Selain itu, peningkatan literasi digital juga harus diikuti adanya standar moralitas tinggi dari publik. Kondisi tersebut akan mendorong publik berlaku cerdas dan bijak dalam beraktivitas di media sosial.