Bagikan:

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria melalui akun Instagram @aripatria mengatakan volume sampah yang diangkut dari sungai di Jakarta pada Oktober hingga Desember 2021 mencapai 121.433,53 meter3. Jumlah ini melebihi luas kawasan Monumen Nasional (Monas) yang mencapai 80,3 hektar dan tinggi 132 meter.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta selama periode Oktober hingga Desember 2021, volume sampah yang diangkut dari sungai di Jakarta itu setara 2,5 kali bangunan Monas. Menurut Reza , tumpukan sampah di Jakarta menjadi salah satu alasan utama penyebab banjir dan sebagian besar sampah tersebut adalah plastik.

Gunungan sampah di tempat pembuangan akhir Bantar Gebang, Bekasi. (Foto: Antara)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun. Sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sampah plastik di Jakarta setiap harinya mencapai 34 persen dari sampah harian di 2019. Adapun rata-rata total sampah harian Jakarta di 2019 mencapai 7.702 ton dan kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.

Dikutip dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Indonesia masuk urutan kedua penyumbang sampah plastik sejagat pada tahun 2019 dengan 3,21 Juta metrik ton/tahun, sedangkan di urutan pertama China dengan 8,81 juta metrik ton/tahun.

Index Pengelolaan Plastik Indonesia

Index Pengelolaan Plastik atau Plastic Management Index dalam siaran persnya merilis bahwa pengelolaan plastik yang dilakukan pada 25 negara menunjukkan Indonesia secara umum masih kalah dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia soal pengelolaan plastik. Di sisi lain, di Asia Pasifik, yaitu Jepang, Australia, dan China menduduki 10 besar dunia dalam pengelolaan plastik. Disebutkan pengukuran Indeks Pengelolaan Plastik (PMI) menggunakan tiga pilar, yaitu sistem pemerintahan, kapasitas pengelolaan tersistem yang ada, dan keterlibatan pemangku kepentingan. Dari ketiganya, disusun 12 indikator dan 44 sub-indikator.

Dari hasil pengukuran, hanya tiga negara di Asia Pasifik yang masuk 10 besar, yaitu Jepang (nomor 2), Australia (7), dan China (10). Eropa masih memimpin dalam pengelolaan plastik global, sedangkan Asia tertinggal.

Sementara China, produsen plastik terbesar di dunia, menduduki peringkat ke-10. Negara yang sempat disorot sebagai produsen sampah plastiknya ini sedang mengembangkan kapasitas untuk mengelola plastik, tetapi tertinggal dalam keterlibatan pemangku kepentingan.

Kondisi di Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Secara umum, Indonesia menempati urutan ke-16 di bawah Vietnam (11), Thailand (12), dan Malaysia (13). Bahkan kalah dibandingkan Ghana (15). Hal yang bisa dibanggakan dari Indonesia ialah dalam hal keterlibatan pemangku kepentingan yang menempatkannya di nomor 8.

Meskipun memproduksi separuh plastik dunia, Asia tertinggal dalam upaya pengelolaan plastik global dibandingkan dengan Eropa. Sejauh ini, Eropa memimpin peringkat keseluruhan sebagian besar berkat proaktif dari Uni Eropa dan kemampuan kawasan untuk mendanai inovasi dan penelitian.  Negara-negara Asia-Pasifik sebagian besar menempati posisi tengah, diikuti negara-negara Amerika Latin dan Afrika.

Masa Pandemi

Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati, sampai saat ini terdapat 22 kabupaten dan kota yang telah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Sejumlah laporan dari pemerintah daerah, aturan yang ditetapkan cukup efektif menurunkan volume sampah plastik.

Di sisi lain, Rosa mengatakan, pada masa pandemi COVID-19, jumlah timbunan sampah yang masuk ke TPA berkurang 10-15 persen. Ini disebabkan banyak masyarakat yang menjalankan kebijakan bekerja dari rumah.

Sampah masker dan selama pandemi COVID-19 menjadi masalah baru dalam urusan persampahan di Indonesia. (Foto: Antara)

Meski secara keseluruhan timbunan sampah ke TPA menurun, menurut Rosa, volume sampah plastik dari rumah tangga justru mengalami peningkatan. Penyebab peningkatan ini adalah kecenderungan masyarakat yang memesan makanan secara daring. Adapun 90 persen makanan tersebut dikemas menggunakan plastik sekali pakai.

Selain itu, selama pandemi, masker sekali pakai juga menjadi penyumbang sampah baru di Indonesia. Sampah masker menambah 0,1 persen dari timbunan sampah yang ada di masyarakat. Guna mengurangi timbunan sampah khusus ini, Rosa mengimbau masyarakat yang sehat untuk mengenakan masker guna ulang.

Larangan Penggunaan Kantong Plastik Sekali Pakai

Pelarangan penggunaan plastik sekali pakai disebut sejumlah pihak bisa menjadi strategi bagi pemerintah daerah untuk memenuhi amanat Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan ini mengamanatkan pemerintah daerah mengurangi sampah minimal hingga 30 persen dan meningkatkan pengelolaan sampah minimal 70 persen pada tahun 2025.

DKI Jakarta juga telah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Larangan yang berlaku sejak 1 Juli 2020 tersebut dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

Dalam peraturan gubernur tersebut juga dijelaskan sanksi bagi pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat yang masih menyediakan kantong plastik sekali pakai. Sanksinya berupa teguran tertulis, uang paksa mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta, pembekuan izin, dan pencabutan izin. Aturan tersebut dibuat berangkat dari kondisi banyaknya sampah plastik yang ditemukan di perairan Jakarta. Dari laporan Bank Dunia pada 2018, sampah plastik di perairan Jakarta mencapai komposisi hingga 29,5 persen.

Wirausaha daur ulang sampah plastik diharapkan mampu membendungi laju pertambahan volume sampah jenis tersebut di Indonesia. (Foto: Antara)

Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menyampaikan seperti dikutip dri Jakarta.go.id, ada pendekatan pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah, yakni minim sampah atau eco-living, ekonomi sirkular, serta layanan dan teknologi. Wirausahawan sosial berperan penting dalam pendekatan ekonomi sirkular.

Menurut Novrizal, saat ini wirausahawan sosial yang berbisnis untuk memberdayakan lingkungan tumbuh dengan baik di Indonesia. Wirausahawan sosial ini diharapkan menjadi tulang punggung dalam kegiatan rantai pasok ekonomi sirkular industri daur ulang kertas, plastik, dan logam. Sebab, wirausahawan sosial mampu mengelola sampah yang baik dan benar.

Ia berharap pemda yang sejak beberapa tahun lalu telah menerapkan aturan larangan penggunaan kantong plastik dapat memberikan pengalaman atau arahannya kepada pemda lain. Ia juga meminta pemda menyampaikan angka penurunan volume sampah plastik agar publik mengetahui pelarangan tersebut bertujuan untuk menjaga lingkungan.