Kebiasaan <i>Spoiler</i> Film Harus Benar-Benar Dihentikan karena Hukum yang Perintahkan
Cuplik adegan dalam film "Spider-Man: No Way Home" (Sumber: IMDB)

Bagikan:

JAKARTA - Perkara bocor-membocorkan adegan film alias spoiler kembali jadi bahasan. Penayangan Spider-Man: No Way Home yang memicunya. Ternyata kita memang harus menghentikan kebiasaan itu. Bukan lagi cuma soal moral tapi hukum yang perintahkan.

Beberapa hari lalu, Twitter diramaikan dengan foto viral seorang penonton bioskop merekam layar di tengah penayangan Spider-Man: No Way Home. Foto itu diunggah akun Twitter @txtfrombrand.

Akun itu meng-capture unggahan video TikTok unggahan @Southern King. "Makan tuh konten-konten norak," tertulis dalam keterangan di unggahan tersebut. Unggahan itu kemudian direspons langsung oleh Cinema XXI. Admin TikTok Cinema XXI meninggalkan komentar:

Selamat malam. Salam dari Cinema XXI. Boleh diinfokan kejadian di outlet mana, studio berapa, dan jam berapa? Terima kasih.

"XXI Cibinong City mall 11:45, teater 4, C6," balas akun pengunggah, @Southern King.

Semua sepakat mengutuk perilaku perekam layar. Terlalu banyak sensasi kejut yang ditawarkan Spider-Man: No Way Home nampaknya. Entahlah. Yang jelas Spider-Man: No Way Home memang memancing antusiasme yang begitu luas.

Di level paling gila sejauh ini adalah cerita seorang penggemar asal Timika, Papua yang harus menempuh perjalanan hingga 473 kilometer ke Jayapura untuk menonton aksi Manusia Laba-Laba. Kisah itu disebarkan lewat unggahan video TikTok @2ndnya2ndson.

Perjuangan itu bukan hajat sehari. Pria dalam video menjelaskan ia harus menabung panjang berbulan-bulan untuk memuaskan hasratnya. Ya, ia memang butuh cukup banyak uang untuk itu. Tiket bioskop barangkali tak seberapa.

Tapi tiket pesawat dari Timika ke Jayapura? Melihat harga tiket termurah saja dibanderol Rp650 ribuan untuk satu kali perjalanan.

Cuplikan TikTok (Sumber: @2ndnya2ndson)

"Jangan pikir aku melakukan ini untuk menunjukkan betapa kayanya aku. Aku tidak kaya, aku merencanakan ini sejak Juni dan akun menabung untuk hal ini," tulis pria itu dalam keterangan video, dikutip VOI, Senin, 20 Desember.

Dan tahukah bahwa bocoran-bocoran film akan sangat merugikannya? Si pria menjelaskan telah memesan tiket pesawat pada 17 Desember. Dan ia sampai harus berpuasa media sosial untuk menghindari spoiler.

Perjuangan pria Timika ini sampai ke Sony Picture Indonesia. Akun Twitter Sony Picture Indonesia menulis: Please yang tahu kontaknya DM aku, mau kasih oleh-oleh dari Peter Parker. Beneran. Serius. Enggak bohong.

Kesuksesan Spider-Man: No Way Home

Zendaya dan Tom Holland dalam sebuah acara "Spider-Man: No Way Home" (Sumber: IMDB)

Dalam konteks lebih luas, antusiasme Spider-Man: No Way Home dapat dilihat dari capaian keuntungan yang diraih. Mengutip The Hollywood Reporter, film Spider-Man: No Way Home telah meraup untung Rp3,6 triliun di pekan pertama penayangannya.

Dan itu cuma angka dari bioskop di Amerika Serikat (AS). Memang. Angka tersebut lebih rendah dari dua film unggulan Marvel Cinematic Universe lain macam Avengers: Endgame yang meraup 357 juta dolar AS atau Avengers: Infinity War dengan untung 257 juta dolar AS.

Tapi yang harus digarisbawahi adalah Spider-Man: No Way Home tayang di masa pandemi. Rekor pendapatan paling besar dari film Hollywood yang tayang di masa pandemi dipegang oleh Venom: Let There Be Carnage's, yang tayang Oktober lalu. Film ini meraih keuntungan 90 juta dolar AS.

Di luar AS, Spider-Man: No Way Home meraih pendapatan 334,2 juta dolar AS atau Rp4,8 triliun. Dengan begitu total pendapatan Spider-Man: No Way Home di seluruh dunia mencapai US$ 587,2 juta atau Rp8,4 triliun.

Konsekuensi hukum spoiler

Ilustrasi foto (Gabriele Stravinskaite/Unsplash)

Konsekuensi hukum spoiler

Kebiasaan spoiler nampaknya harus benar-benar dihentikan. Bukan lagi soal moral. Hukum telah mengatur konsekuensi bagi orang-orang yang suka spoiler film, terutama mereka yang doyan merekam adegan.

Sebelum mendalami konsekuensinya, kita perlu memahami terlebih dulu bahwa film adalah hak eksklusif yang dilindungi dalam Undang-Undang (UU), salah satunya UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. UU itu melindungi hak eksklusif pencipta yang timbul otomatis berdasar prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai ketentuan peraturang perundang-undangan.

Pasal 40 UU 28/2014 menjelaskan ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang secara spesifik dirinci dalam ayat (1).

    1. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
    2. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
    3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
    4. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
    5. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
    6. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
    7. karya seni terapan;
    8. karya arsitektur;
    9. peta;
    10. karya seni batik atau seni motif lain;
    11. karya fotografi;
    12. Potret;
    13. karya sinematografi;
    14. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
    15. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
    16. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
    17. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
    18. permainan video; dan
    19. Program Komputer.

Ayat (2) menjelaskan, "Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli."

Sementara, pada ayat (3) dipaparkan: Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

UU 28/2014 juga mengantisipasi kerugian yang mungkin dialami para produsen film: materiil dan immaterial. Dengan begitu, dalam konteks perdata produsen film dapat mengajukan ganti rugi ke penyebar spoiler atas dasar perbuatan melawan hukum (PHM). Hal ini tercantum dalam pasal 1365 KUHPerdata.

Pasal 113 ayat (3) UU 28/2014 menjelaskan pelaku spoiler dapat dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

*Baca Informasi lain soal FILM atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata

BERNAS Lainnya