JAKARTA - Kita memasuki waktu bagian Spotify Wrapped. Artinya ini sudah memasuki akhir tahun, di mana kita bisa melihat banyak orang menunjukkan selera musik mereka. Benarkah kata orang bijak bahwa diri kita adalah musik yang kita dengarkan?
Jadi, Spotify Wrapped ini adalah fitur yang menyimpulkan aktivitas kita mendengarkan musik di Spotify selama satu tahun belakangan. Spotify merangkum data aktivitas kita itu dan memungkinkan kita mengunggahnya di media sosial.
Cara membuat Spotify Wrapped, pertama masuk ke Spotify atau kunjungi spotify.com/wrapped. Kemudian, di bagian Home, kita akan menemukan perintah untuk mengklik banner: Spotify Wrapped 2021 “Your Top Songs 2021”.
Setelahnya, tampilan-tampilan mirip Instastory yang berisi rangkuman data tentang artis paling sering kita dengar, lagu yang sering kita dengar, kecenderungan genre musik hingga aura musik kita yang direpresentasikan warna akan muncul. Di beberapa bagian akan muncul perintah “Share This Story”, yang memungkinkan kita membagikannya ke media sosial atau mengunduh data itu.
Tak cuma musik. Spotify juga memasukkan beberapa fitur, misalnya podcast yang terpersonalisasi. Selain itu ada juga fitur 2021: The Movie. Fitur ini mencocokkan deretan lagu teratas yang kita dengar dengan adegan film klasik yang menggambarkan perjalanan audio pendengar. Semuanya makin engaging. Mengikat.
Personalisasi yang mengikat dan memikat
Personalisasi memang jadi mandat penting dalam layanan Spotify. Pada 2019 lalu mereka mencapai improvisasi penting tentang bagaimana orang-orang dapat menemukan musik di sebuah layanan streaming.
Spotify saat itu memersonalisasi sejumlah playlist yang dikuratori manusia. Sebelumnya kita mengenal sejumlah fitur personalisasi playlist yang ditawarkan Spotify, seperti Discover Weekly, Release Radar, atau Daily Mixes.
Namun fitur personalisasi di atas terpisah dengan program yang dibangun tim editorial Spotify belakangan. Mereka mengatakan beberapa playlist akan lebih pribadi dan spesifik ditawarkan kepada para pendengar.
Fokus pada personalisasi ini makin dikuatkan setelah riset internal yang dilakukan Spotify terhadap kebiasaan penggunanya. Selama ujicoba sistem terbarunya, Spotify mendapati fakta bahwa para pengguna mendengarkan lebih lama playlist yang telah dipersonalisasi.
Sistem baru ini juga meningkatkan jumlah artis yang ditampilkan dalam playlist hingga 30 persen. Sementara, untuk artis ditingkatkan hingga 35 persen. Data Spotify juga menunjukkan, setelah pendengar menemukan lagu di playlist yang dipersonalisasi, jumlah pendengar yang mencari musik sendiri untuk didengarkan berulang naik hingga 80 persen.
Selain itu data juga menunjukkan jumlah rata-rata pendengar menyimpan lagu naik hingga 66 persen. Ini membuktikan betapa memikat dan mengikatnya sistem personalisasi Spotify.
Spotify juga telah memasuki aspek emosi pendengarnya, hal yang diyakini sangat penting dalam upaya mengikat pendengar. Playlist seperti Beast Mode, Chill Hits, Dance Party atau Metal Ballads adalah fitur-fitur yang mendukung upaya itu.
Playlist-playlist tersebut berfokus pada genre, suasana atau aktivitas. "Hanya pemilik Spotify dan playlist dioperasikan yang dipertimbangkan untuk inisiatif ini. Kami tidak memasukkan playlist pihak ketiga mana pun. Selain itu, kami telah memfokuskan terutama pada suasana hati dan moment playlist," kata juru bicara Spotify, dikutip Tech Crunch.
Pada Februari lalu, Spotify makin memperkuat sistem personalisasi mereka dengan mengembangkan fitur yang bisa menyarankan musik berdasarkan ucapan pengguna, emosi, bahkan aksen. Malansir Sputnik, hal itu dilakukan untuk menggali lebih dalam kepribadian penggunanya.
Hal itu dilakukan Spotify dengan metode yang mampu memproses sinyal audio yang mencakup konten ucapan dan kebisingan latar belakang. Teknologi baru itu kabarnya dapat mendeteksi keadaan emosi, jenis kelamin, usia dan aksen, yang kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori, termasuk senang, marah, sedih dan netral. Semua yang dirasakan pengguna.
"Metadata ini dapat mencakup kebisingan latar belakang yang mengelilingi pengguna, seperti suara dari kendaraan di jalan, orang lain berbicara, kicau burung, pencetakan printer, dan sebagainya," kata juru bicara Spotify kepada Pitchfork.
Data yang terkumpul kemudian akan diproses dengan kerangka emosional Parrot, yaitu daftar emosi terstruktur yang mencakup level berbeda dan model Markov tersembunyi. Belum diketahui kapan ini akan diimplementasikan, yang jelas "Spotify telah mengajukan permohonan paten untuk ratusan penemuan dan kami secara teratur mengajukan permohonan baru.
"Beberapa dari paten ini menjadi bagian dari produk masa depan, sementara yang lain tidak," tutur Juru Bicara itu.
Kita adalah musik yang kita dengarkan?
Kita tahu musik dapat memengaruhi suasana hati dan pikiran. Tapi yang juga banyak dipertanyakan adalah apa benar musik mencerminkan karakteristik seseorang?
Sebuah studi berskala besar yang dilakukan para peneliti dari Universitas Heriot-Watt mengungkap keterkaitan dua variabel di atas. Studi ini melibatkan 36 ribu peserta dari seluruh dunia.
Mereka diminta menilai lebih dari 104 genre musik berbeda. Para peneliti juga meminta peserta mendefinisikan diri mereka melalui musik dan menggunakannya sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang lain.
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang sering dibuat orang antara identitas seseorang sebagai individu dan selera musiknya. Seorang peneliti yang terlibat, Adrian North mengatakan pada Very Well Mind bahwa penelitian ini juga mengungkap alasan kenapa orang terkadang merasa defensif soal selera musik mereka.
"Ini mungkin terkait dengan seberapa banyak hal itu mencerminkan sikap dan kepribadian mereka," kata Adrian North.
Penelitian ini secara spesifik mengklasifikasi beberapa genre musik dan menghubungkannya dengan kepribadian dan sikap seseorang. Penjelasannya di bawah:
1. Musik pop
Pendengar musik pop, terutama nomor-nomor yang hits memiliki kecenderungan sebagai pribadi yang ekstrovert, jujur, dan konvensional. Ini berbeda dengan mereka para penggemar musik pop lawas, yang dalam penelitian ini digambarkan sebagai pribadi kurang kreatif dan kerap gelisah.
2. Musik rock dan metal
Ada stigma yang mengaitkan para penggemar musik rock dan metal dengan sikap agresif. Namun para peneliti justru menemukan kebalikannya.
Penelitian ini menunjukkan para penyuka genre keras ini justru cenderung memiliki sikap lembut. Mereka juga teridentifikasi kreatif meski juga dekat dengan sikap tertutup dan memiliki harga diri yang rendah.
3. Musik Rap dan hip hop
Stigma yang melekat pada penggemar musik rock/metal mirip dengan stereotip yang melekat pada pecinta genre rap dan hip hop. Mereka diduga sebagai pribadi yang kasar.
Namun lagi-lagi para peneliti menunjukkan tak ada hubungan relevan di dalam anggapan itu. Mereka diidentifikasi sebagai orang yang cenderung memiliki harga diri tinggi dan biasanya supel.
4. Musik jazz, blues, dan soul
Mereka penyuka musik jazz, blues, dan soul memiliki kesamaan sebagai pribadi yang cenderung ekstrovert. Mereka juga memiliki harga diri tinggi, kreatif, cerdas, dan santai.
5. Musik klasik
Para penggemar musik klasik diidentifikasi sebagai pribadi yang cenderung tertutup. Meski begitu mereka juga memiliki kesadaran akan rasa nyaman pada diri mereka sendiri dan dunia sekitarnya.
Orang-orang ini memiliki kemampuan dalam penerimaan. Di samping itu mereka juga teridentifikasi sebagai orang-orang dengan harga diri tinggi.
6. Musik Dance
Penelitian juga mengklasifikasi para penyuka musik dance dengan sikap dan kepribadian tertentu. Menurut penelitian ini mereka adalah orang yang cenderung terbuka pada pengalaman baru.
Para penyuka musik dance adalah kebalikan penggemar blues dan jazz. Penyuka musik dance cenderung lebih cepat dan kurang memiliki sisi kelembutan.
*Baca Informasi lain soal MUSIK atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.